Dorong Kejari Eksekusi Bupati Pessel, Zentoni Seret LBH ke Ranah Politik

kejari,bupati
Penasehat Hukum (PH) Bupati Kabupaten Pesisir Selatan, Sumbar, Rusma Yul Anwar, Gusman menyesali sikap Zentoni yang menyeret LBH ke ranah politik.

Betapa tidak, Pria yang mengaku sebagai Direktur LBH Sumbar itu ikut mendorong Kejaksaan Negeri Painan (Kejari) Painan melakukan eksekusi terhadap kliennya. Padahal, persoalan hukum yang melilit Rusma Yul Anwar tak lepas dari soal politik.

“Ini tidak di tempatnya. Semua orang tau, persoalan ini sarat muatan kepentingan kelompok tertentu yang tak puas dengan keputusan masyarakat Pessel di Pilkada 2020,” ungkapnya pada wartawan Indeksnews.com di Painan, Rabu 13 Juli 2021.

LBH merupakan sebuah lembaga yang non profit. Ia didirikan dengan tujuan memberikan pelayanan bantuan hukum secara gratis pada masyarakat yang membutuhkan bantuan hukum, namun tidak mampu, buta hukum dan tertindas.

Dalam perkara Rusma Yul Anwar, lanjut Gusman, tidak ada masyarakat yang tertindas. Yang ada hanya sekelompok orang yang kecewa dan tidak puas dengan hasil demokrasi sebagai wujud dari kedaulatan rakyat.

Karena itu ia meminta Zentoni berhenti mengintimidasi dan mengintervensi persoalan hukum Rusma Yul Anwar sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Zentoni jangan merusak nama baik LBH sebagai lembaga pembela orang tertindas.

Dalam hal ini, Zentoni tidak memiliki kapasitas yang jelas mendesak Kejari. Apalagi, ia berani menegur Kepala Kejaksaan Negeri dalam sebuah acara ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta.

“Ini lucu menurut saya. Ia melakukan ini atas nama siapa. Saya lihat Zentoni seperti orang yang tidak dapat perkara, sehingga seperti orang membabi buta,” tutur Gusman.

Zentoni atas nama LBH Sumbar bakal melakukan jumpa pers guna menyomasi Kejari Painan. Acara direncanakan pada Kamis, 15 Juli 2021 pukul 10.00 WIB di Kantor Kejari Painan. Sebelumnya, ia juga telah mengeluarkan pernyataan desakan yang dimuat di sejumlah media.

Syarat Muatan Politik

Seperti diketahui, persoalan hukum yang kini mendera Rusma Yul Anwar berawal dari laporan Bupati Hendrajoni tertanggal 27 April 2018. Saat itu, Rusma Yul Anwar merupakan Wakil Bupati.

Laporan itu atas dugaan kerusakan hutan lindung dan penimbunan hutan bakau (mangrove) di kawasan Mandeh, Kecamatan Koto XI, Pesisir Selatan pada tahun 2016.

Dari laporan bernomor surat 660/152/DLH-PS/2018 perihal Pengrusakan Lingkungan Hidup di Kawasan Mandeh itu disampaikan ke Kementerian Lingkungan dan Kehutanan RI dan Jaksa Agung itu, terdapat 3 nama lainnya yang tidak diproses secara hukum.

Ketiganya antara lain dua orang mantan pejabat di Pessel dan seorang pengusaha, dengan luasan kerusakkan yang lebih parah.

Namun, hanya Rusma Yul Anwar saja yang sampai ke proses peradilan. Kuasa Hukum Rusma Yul Anwar, Vino Oktavian saat sidang bergulir menilai kasus tersebut syarat dengan muatan politis.

Bahkan, Penuntut Umum sama sekali tidak pernah menjadikan saksi sebagai terdakwa, atau turut sebagai yang melakukan atau membantu melakukan.

Betapa tidak, dari 4 terlapor, hanya Ketua DPC Gerindra itu saja yang sampai ke proses peradilan.

Sedangkan yang 3 orang terlapor lainnya tidak. Sebab, hanya Rusma Yul Anwar yang berpotensi sebagai calon Bupati penantang petahana di Pilkada 2020.

Dalam dakwaannya, Rusma Yul Anwar dituntut Pasal 98 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pasal 109 pada dakwaan kedua.

Namun, dalam persidangan, Rusma Yul Anwar tidak terbukti melakukan pengrusakkan mangrove. Ia dijerat pasal pasal 109 yakni mendirikan bangunan tanpa izin lingkungan.

Dari hasil persidangan, Rusma Yul Anwar divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar, subsidier 3 bulan kurungan. Kini, Rusma Yul Anwar tengah mengajukan proses Peninjauan Kembali.(Kay)

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments