Komunitas Salihara telah menyelenggarakan Salihara Jazz Buzz dan Helateater pada awal 2023 lalu, pada Juni nanti akan hadir kembali festival mini bertajuk Helatari 2023. Acara ini menjadi penutup dari rangkaian program dengan konsep Undangan Terbuka pada 2023
Sebelum Helatari 2023 Komunitas Salihara juga melakukan pencarian talenta-talenta baru di bidang musik (Salihara Jazz Buzz) dan teater (Helateater).
Helatari 2023 adalah festival seni tari kontemporer dua tahunan yang menampilkan karya-karya tari baru, yang berangkat dari khazanah tradisi tari Nusantara maupun dunia.
Tahun ini Komunitas Salihara menampilkan tiga koreografer yang lolos melalui proses seleksi Undangan Terbuka. Tiga koreografer tersebut adalah Megatruh Banyu Mili, Annastasya Verrina, dan Wayan Sumahardika.
Tiga koreografer ini memiliki kekuatannya masing-masing dan membawakan isu-isu yang relevan dengan masa kini seperti pendidikan, hingga batasan-batasan norma yang masih terlihat abu-abu di masyarakat.
Kurator Tari Komunitas Salihara, Tony Prabowo mengungkapkan dasar kekaryaan dari para koreografer terpilih di tahun ini, “Konsep koreografi yang disuguhkan oleh koreografer Megatruh dan Verina merupakan upaya menerjemahkan sebuah narasi tentang simpanan ingatan masa lalu dalam menjalankan aturan-aturan mengenai kedisiplinan, tentang norma, tentang apa yang dianggap baik-buruk.”
Wayan Sumahardika mengangkat konsep ‘repertoar-arsip’ sebagai ide dasarnya, yang terinspirasi video arsip Bali 1928 dengan menggunakan materi arsip karya tari Igel Jongkok oleh maestro penari Bali, I Ketut Marya.
Sebagai karya tari monumental di jamannya, Igel Jongkok menjadi sumber gagasan untuk menguraikan percakapan jongkok dalam zaman kolonial serta persepsi masyarakat tentang jongkok pada era sekarang. ”
Kelompok tari dan koreografer terpilih akan mempersembahkan karya mereka di Teater Salihara dari 03 – 25 Juni 2023. Khusus di pertunjukan ini, para penonton dapat membeli “Tiket Terusan”; yakni sebuah sistem di mana pembeli cukup membayar satu kali untuk dapat menikmati keseluruhan pementasan Helatari 2023 dengan harga Rp300.000,- untuk lima (5) pertunjukan.
Bagi yang ingin membeli terpisah, tiket dapat dibeli seharga Rp75.000,- (umum) dan Rp50.000,- (pelajar). Pembelian dapat dilakukan melalui tiket.salihara.org. Selain menampilkan tiga koreografer dari Undangan Terbuka, Komunitas Salihara juga menampilkan pertunjukan tari karya Olé Khamchanla (Prancis) dan Yola Yulfianti (Indonesia).
Tentang Penampil
Megatruh Banyu Mili adalah adalah penari dan koreografer asal Yogyakarta. Megatruh mulai aktif terlibat dalam dunia seni pertunjukan pada 2010 bersama Bengkel Mime Theatre dan Teater Garasi/Garasi Performance Institute.
Sejak 2018, Megatruh berfokus menciptakan karya yang berangkat dari isu tentang pendidikan; baik dalam pendidikan formal maupun di lingkungan dan keluarga. Karya-karyanya antara lain yaitu Space of Silence (2018), Aku Siapa (2019), Nama Saya Budi (2020), Ini Budi (2020), Ini Bapak Budi (2021) dan Budi Bermain Bola (2022). Pada 2021 bersama Banyu Mili Art Performance, Megatruh membuat platform bertajuk Ruang Menari: Festival Virtual Gerak dan Tari untuk koreografer muda mempresentasikan karya film tari.
Annastasya Verina adalah penari dan koreografer kelahiran Jakarta, 2000. Ia menempuh pendidikan di Jurusan Tari Institut Seni Indonesia Surakarta. Verina mulai aktif berlatih menari sejak 2015 dan telah terlibat dalam produksi karya beberapa seniman.
Saat ini, Verina mengembangkan praktik artistiknya di Surakarta melalui kelas intensif di Studio Plesungan. Karya tari dan film yang ia ciptakan di antaranya adalah Nyorog (2021), Habituasi (2021) dan Waktu Ku Kecil, Tidak Besar (2022).
Wayan Sumahardika adalah penulis, sutradara dan pembuat teater kelahiran Denpasar, Bali, 1992. Ia menjadi pendiri Teater Kalangan, sebuah kolektif lintas disiplin pertunjukan berbasis di Bali. Praktik artistiknya banyak bergerak pada persimpangan teater, tari, ragam seni, laku sehari-hari sebagai studi budaya melalui pendekatan site-specific, repertoar-arsip, dan spekulatif.
Karya-karyanya telah dipentaskan, di antaranya The (Famous) Squatting Dance (2022), Lelintasan Gering dalam 33 Diorama (film-tari) (2019-2020), dan Joged Adar, Kekasihmu dan Kesibukan Melupakannya (teater-tari) (2018). Saat ini ia juga bergiat dalam perkembangan riset artistik pertunjukan melalui Mulawali Institute.
Olé Khamchanla adalah koreografer asal Laos, ia bersinggungan dengan tarian hip-hop pada 1990, kemudian membentuk tarian yang memiliki unsur kontemporer dan kapoeira. Sedikit demi sedikit, ia menemukan gaya dan cara menari yang menjadi miliknya.
Di perusahaan A’CORPS (1997-2011), ia turut mengerjakan beberapa pertunjukan yang menunjukkan kreativitas dan keunikan dari tariannya. Pada 2006 ia pergi ke Laos dan Thailand untuk belajar tarian tradisional dan menciptakan karya solo pertamanya.
Karya-karyanya banyak menggali pertanyaan-pertanyaan tentang manusia, asal-usulnya, inspirasinya, arahnya, juga interaksinya dengan yang lain. Untuk menemukan bentuk-bentuk karya tersebut, Kham menggali dan memperkaya koreografinya melalui kembali pada sumber atau akar keberadaan kita.
Yola Yulfianti adalah penari dan koreografer yang kerap bekerja bersama dengan koreografer dan sutradara dari dalam maupun luar negeri. Ia pernah mendapat penghargaan Pearl dalam ajang Dance Film Internasional di Berlin, Jerman.
Ia melanjutkan studi doktoral program Pengkajian dan Penciptaan Seni di ISI Surakarta (2014-2017) dengan karya berjudul Kampung Melayu-Pasar Senen PP. Saat ini ia adalah salah satu anggota komite tari Dewan Kesenian Jakarta periode 2015-2018 dan sebagai Ketua Komite Tari periode 2020-2023.