BPK Temukan Pemborosan APBD DKI Jakarta Sebesar Rp 10 Miliar

- Advertisement -
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan pemborosan APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tahun anggaran 2020 sebesar Rp 10 miliar.

Pemprov DKI disebut BPK telah melakukan dua kali pengadaan alat tes dengan merk yang sama pada 2020. Namun, harga alat tes tersebut berbeda antara proses pengadaan pertama dan kedua.

Dalam pengadaan pertama, Pemprov DKI melakukan kontrak dengan PT NPN yang kemudian menyediakan 50.000 unit alat tes. Nilai kontrak berjumlah Rp 9.875.000.000, dengan begitu harga alat tes per unit adalah Rp 197.500.

Sementara dalam pengadaan kedua, kontrak dilakukan dengan PT TKM yang menyediakan 40.000 alat tes Covid-19. Nilai kontrak sebesar Rp 9.090.090.091, sehingga didapat harga alat tes per unit sebesar Rp 227.272.

Kemudian BPK menemukan bahwa PT NPN yang menawarkan harga alat tes yang lebih rendah sebenarnya sanggup untuk menyediakan 90.000 unit alat tes.

“Bila dilihat dari proses penunjukan di atas, maka seharusnya PPK (pejabat pemberi kebijakan) dapat mengutamakan dan memilih penyedia jasa sebelumnya yang mengadakan produk sejenis dan stok tersedia namun dengan harga yang lebih murah,” tulis BPK.

BPK menyebut bahwa uang senilai Rp 1.190.908.000 bisa dihemat jika Pemprov DKI membeli di tempat yang menjual alat tes dengan harga murah.

BPK juga menemukan pemborosan anggaran dalam pengadaan masker medis N95. Kasusnya serupa dengan pengadaan alat rapid test, di mana harga masker yang ditawarkan pertama kali lebih murah dibandingkan harga masker yang dibeli selanjutnya.

Pada 5 Agustus 2020, Pemprov DKI menunjuk PT IDS untuk menyediakan 39.000 pieces masker N95 dengan merk Respoke. Harga satuan yang dibayarkan saat itu adalah Rp 70.000.

Kemudian pada 28 September 2020 Pemprov DKI kembali membeli 30.000 pieces masker dari PT IDS dengan harga satuan lebih murah, yakni Rp 60.000, dan pada 6 Oktober sebanyak 20.000 pieces dengan harga Rp 60.000 per piece.

Menurut pemeriksaan BPK, PT IDS pada Oktober tersebut menyanggupi untuk memberikan lebih banyak barang.

Namun pada 9 November 2020, Pemprov DKI membeli sebanyak 195.000 masker pada PT ALK dengan harga satuan barang senilai Rp 90.000.

“Terdapat pemborosan atas pengadaan respirator (masker) N95 TA (Tahun Anggaran 2020 senilai Rp 5.850.000.000,” tulis BPK.

Temuan BPK berikutnya, Pemprov DKI telah menyalurkan dana program Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus kepada 1.146 siswa yang sudah lulus sekolah. Padahal, target dari program tersebut adalah siswa yang masih bersekolah.

Total anggaran yang disalurkan kepada 1.146 siswa tersebut adalah sebesar Rp 2,3 miliar.

“Hasil pemeriksaan data daftar penerima dan besaran dana pada SK KJPP tahap I ditemukan sebanyak 1.146 siswa tingkat akhir di sekolah (Kelas 6, 8, dan 12) yang masih tercatat pada SK KJPP tahap II,” tulis BPK.

Padahal tahap II penyaluran KJPP dimulai ketika tahun ajaran baru, yang artinya siswa tingkat akhir sudah lulus atau pindah ke jenjang berikutnya.

BPK menyoroti data siswa pada SKK KJPP Tahap I dicatat kembali sebagai penerima KJPP tahap kedua untuk tahun ajaran baru.

“Atas ketidaktepatan sasaran ini, maka dana KJPP senilai Rp 2.321.280.000 seharusnya ditarik dan disetorkan ke Kas Daerah karena tidak sesuai kondisi kelas siswa,” tulis BPK.

Selain temuan itu, BPK juga menemukan penyaluran dana yang tidak tepat sasaran. Pasalnya, Pemprov DKI masih membayar gaji dan tunjangan kinerja kepada pegawai yang telah wafat atau pensiun pada tahun 2020.

Total jumlah dana yang dibayarkan adalah Rp 862,7 juta.

Inilah rincian kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan oleh Pemprov DKI Jakarta berdasarkan temuan BPK:

  • Pegawai pensiun satu orang di Dinas Perpustakaan dan Kearsipan. Orang itu sudah pensiun per 1 Januari 2020 tetapi masih menerima gaji senilai Rp 6,334 juta.
  • Pegawai pensiun atas permintaan sendiri atau APS tetapi masih menerima gaji sebanyak 12 orang. Gaji yang diberikan kepada 12 pegawai tersebut seluruhnya mencapai Rp 154,9 juta.
  • Pegawai wafat yang masih menerima gaji/TKD/TPP sebanyak 57 orang. Gaji yang diberikan kepada pegawai yang telah wafat tersebut seluruhnya senilai Rp 352,9 juta. “Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa sampai dengan 31 Desember 2020, atas kelebihan pembayaran gaji dan TKD/TPP pegawai wafat tersebut telah dilakukan pengembalian senilai Rp 17,09 juta dan telah dilakukan koreksi atas nilai belanja pegawai,” tulis laporan BPK tersebut.
  • Pegawai yang melaksanakan tugas belajar tetapi masih menerima TKD/TPP sebanyak 31 orang. Nilai dibayarkan seluruhnya sebesar Rp 344,6 juta.
  • “Hasil pemeriksaan lebih lanjut diketahui bahwa sampai dengan 31 Desember 2020, telah dilakukan pengembalian senilai Rp 54,8 juta dan telah dilakukan koreksi atas nilai belanja pegawai,” tulis laporan BPK.
  • Pegawai yang dikenai hukuman disiplin berupa teguran tertulis seharusnya dilakukan pemotongan TKD/TPP sebesar 20 persen selama dua bulan. Namun terdapat dua pegawai yang pada bulan keduanya menerima TKD/TPP penuh. Hal itu menyebabkan kelebihan pembayaran TKD/TPP senilai Rp 3,9 juta.

Tanggapan Pemprov DKI

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan, Pemprov DKI akan memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait temuan BPK tentang pemborosan keuangan daerah.

“Kalau ada pemeriksaan temuan oleh BPK, tugas kami Pemprov untuk memberikan pelayanan dan mengklarifikasi dan menjelaskan semua itu,” kata Riza, Kamis (5/8/2021).

Hanya saja, belum ada keterangan lebih lanjut soal kapan klarifikasi akan diberikan.

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA