Presiden Jokowi memilih Heru Budi Hartono sebagai PJ Gubernur Jakarta menggantikan Anies Baswedan. Namun, Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat, mempertanyakan alasan memilih Heru.
Achmad mengatakan, Heru Budi Hartono memiliki beberapa catatan buruk selama berpolitik dan harusnya Presiden bisa memilih orang yang lebih bersih atau lebih kompeten.
“Hari ini DKI Jakarta memiliki gubernur baru, gubernur pilihan presiden. Heru Budi Hartono sekretaris kepresidenan yang pernah menjabat walikota Jakarta Utara di masa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai gubernur Jakarta,” ujar Achmad, Selasa (18/10/22).
Achmad juga mengatakan, beberapa koalisi masyarakat sipil dengan terang-terangan menolak penunjukan Heru Budi Hartono sebagai penjabat gubernur DKI.
“Selama menjabat sebagai Walikota Jakarta Utara dan Kepala BPKAD provinsi DKI Jakarta di masa gubernur Ahok, nama Heru disebut di beberapa perkara mulai dari RS Sumber Waras, lahan di Cengkareng sampai reklamasi teluk Jakarta. Namanya pun muncul dalam penyidikan korupsi KPK,” ujar Achmad.
Dia mengatakan, dengan rekam jejak yang ada terhadap Heru maka wajar jika koalisi masyarakat sipil Jakarta menolak penunjukkan Heru sebagai Pejabat sementara Jakarta.
“DKI Jakarta sebagai ibukota negara seharusnya dipimpin oleh seseorang yang berintegritas dan memiliki track record yang baik,” kata Achmad.
Achmad juga menyimpulkan bahwa menjadi janggal rasanya jika pengganti Anies Baswedan adalah justru orang yang memiliki track record sebagai birokrat tetapi memiliki banyak catatan yang buruk, seperti kasus-kasus korupsi.
“Maka masyarakat DKI Jakarta mesti proaktif mengawasi jalannya pemerintahan di DKI ini,” pungkasnya.