Partai Demokrat kini tengah digunjang isu kudeta atau perebutan kepemimpinan. Kabar yang cukup mengejutkan itu disampaikan langsung Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
AHY mengungkapkan ada gerakan politik tertentu untuk mendongkel kepengurusan partai Demokrat secara inkonstitusional.
“Ada gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa yang mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat,” ujar AHY dalam pidato politiknya di DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin, 1 Februari 2021.
AHY menyebut, gerakan ini melibatkan pejabat di lingkaran Presiden Joko Widodo atau Jokowi. AHY pun menyampaikan sejumlah fakta terkait isu perebutan kepemimpinan tersebut.
1. Berasal dari kesaksian kader
AHY memperoleh informasi gerakan perebutan kepemimpinan dari kesaksian sejumlah kader di pusat, daerah, maupun cabang. Ia mengatakan terdapat manuver segelintir kader dan mantan kader Demokrat, serta melibatkan eksternal partai yang dilakukan secara sistematis.
AHY menyebutkan gabungan pelaku gerakan ini terdiri atas lima orang. Satu di antaranya adalah kader aktif, 1 kader yang selama 6 tahun ini tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan tidak hormat karena menjalani hukuman korupsi.
Lalu 1 kader yang keluar 3 tahun lalu, dan 1 orang non kader yang merupakan pejabat tinggi pemerintahan. Menurut AHY, ajakan dan permintaan dukungan mengganti paksa dirinya dari jabatan Ketum Partai Demokrat dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung dalam komunikasi.
2. Seret nama Moeldoko
Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, mengungkapkan ada nama Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko dalam gerakan perebutan kepemimpinan Partai Demokrat. Ia menuturkan tujuan Moeldoko merebut posisi Ketua Umum Partai Demokrat adalah karena ingin maju sebagai calon presiden 2024.
“Berdasarkan laporan dari seorang kader senior Partai Demokrat yang diminta bertemu langsung, Kepala Staf Presiden Moeldoko menyampaikan bahwa tujuan pengambilalihan posisi Ketum PD yang hendak dilakukan adalah untuk dijadikan jalan atau kendaraan bagi Moeldoko maju sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang,” kata Rachland.
Adapun AHY mengatakan partai sudah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi. Partai ingin mendapat konfirmasi dan klarifikasi terkait kebenaran informasi yang diterimanya.
3. Kepentingan 2024
Senada dengan Rachland, Agus Harimurti Yudhoyono menyatakan gerakan perebutan kepemimpinan sarat akan pemilihan presiden 2024. AHY mengatakan gerakan itu dilakukan agar Demokrat menjadi kendaraan politik untuk maju sebagai calon presiden Pilpres 2024.
“Pengambil-alihan posisi Partai Demokrat akan dijadikan kendaraan bagi yang bersangkutan sebagai capres pemilu 2024 mendatang,” ujar AHY.
4. Targetkan 360 pemegang suara
AHY mengungkapkan konsep dan rencana yang dipilih pelaku untuk mengganti paksa jabatan Ketum Demokrat adalah menyelenggarakan Kongres Luar Biasa. Berdasarkan penuturan saksi, kata AHY, pelaku gerakan menargetkan 360 pemegang suara yang dapat diajak dan dipengaruhi dengan imbalan uang yang besar.
“Pelaku merasa yakin gerakan ini pasti sukses karena mereka klaim dapat dukungan sejumlah petinggi negara lainnya,” kata dia.
5. Sudah tercium selama sebulan
AHY mengaku sudah mencium gerakan politik ini sejak sebulan lalu. Awalnya, dia menganggap hanyalah persoalan kecil dan internal. Namun, sejak ada laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar pemerintahan Jokowi yang masuk beruntun sejak pekan lalu, AHY melakukan penyelidikan secara mendalam.
AHY menuturkan mulai tidak begitu saja percaya ketika pelapor menyebut nama tokoh yang berencana mengambil alih kepemimpinan Partai, mengingat posisi yang diemban dan faktor latar belakangnya. “Tapi lebih dari 8 saksi mengatakan telah bertemu langsung pejabat pemerintahan itu dan dengar langsung rencana-rencana yang tadi saya sampaikan,” ucapnya.
6. Imbalan Rp 100 juta
Rachland Nashidik mengatakan pelaku gerakan yang ingin mengambil alih jabatan ketua umum partai menjanjikan imbalan uang Rp 100 juta untuk pimpinan di daerah. Besaran uang tersebut adalah Rp 100 juta untuk setiap Ketua DPC Demokrat dengan Rp 25-30 juta dibayarkan di muka atau saat mereka menandatangani dukungan kepada Moeldoko sebagai Ketua Umum.
Sedangkan sisanya dibayarkan setelah kongres luar biasa (KLB) selesai dan Moeldoko dikukuhkan sebagai Ketua Umum Partai yang baru. Rachland mengaku tidak mengetahui dari mana dana yang besar itu diperoleh. “Kami juga tidak punya bayangan apakah ada bandar besar yang membiayai gerakan ini,” katanya.
Moeldoko telah membantah tudingan bahwa dirinya menjadi bagian dari upaya mendongkel kepengurusan Partai tersebut. Ia mengatakan selama ini, yang dilakukan adalah menerima kunjungan sejumlah orang saja.
Kunjungan sejumlah orang ini, kata Moeldoko, adalah hal yang biasa. Terlebih, ia menyebut statusnya sebagai purnawirawan Jenderal TNI yang merupakan mantan Panglima TNI.
“Secara bergelombang mereka datang, ya kita terima. Konteksnya apa saya juga gak ngerti. Dari obrolan-obrolan itu biasanya saya awali dari pertanian, karena saya suka pertanian,” kata Moeldoko membantah soal isu kudeta Partai Demokrat.
Source: Tempo