Indeks News – Komandan Kompi (Danki) A Batalion Infanteri Teritorial Pembangunan (TP) 834/Wakanga Mere, Lettu Ahmad Faisal, dituntut hukuman 12 tahun penjara serta pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas militer atas kasus kematian Prada Lucky Saputra Namo.
Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang perkara nomor 40-K/PM.III-15/AD/X/2025 di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Kamis (11/12/2025).
Oditur Militer Mayor Chk Wasinton Marpaung, didampingi Letkol Chk Alex Panjaitan dan Letkol Chk Yusdiharto, menyatakan terdakwa terbukti memenuhi unsur dalam dakwaan primer Pasal 131 KUHP Militer, sehingga layak dihukum berat.
“Kami menuntut terdakwa Lettu Infanteri Ahmad Faisal dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan pemecatan dari dinas TNI,” ujar Wasinton saat membacakan tuntutan di ruang sidang.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Mayor Chk Subiyatno, dengan dua hakim anggota Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto.
Selain hukuman badan dan pemecatan, terdakwa juga dituntut membayar restitusi Rp 561 juta.
Dalam uraian tuntutan, oditur menilai Ahmad Faisal sebagai pihak yang menuduh Prada Lucky berperilaku menyimpang (LGBT) dengan Prada Richard Bulan.
Tuduhan itu kemudian memicu serangkaian tindakan kekerasan terhadap korban.
Wasinton menegaskan Faisal membiarkan 21 anggota lainnya menyiksa Lucky, dan tidak menjalankan kewajiban sebagai atasan untuk melindungi bawahannya.
“Terdakwa terbukti membiarkan dan tidak melindungi bawahannya yang disiksa oleh 21 terdakwa lainnya,” tegas Wasinton dikitup, pada Jumat (12/12/2025).
Peristiwa terjadi pada 27 Juli 2025 pukul 20.00 WITA, saat Faisal mendapati percakapan WhatsApp dan Instagram yang dianggap sebagai indikasi “penyimpangan seksual”.
Faisal kemudian memanggil Prada Lucky ke lapangan dan langsung melakukan tindakan kekerasan, termasuk: mencambuk dua kali, memberi hukuman fisik (sit up, push up, berguling), kembali mencambuk sebanyak empat kali, dan melakukan pemukulan serta tendangan.
Setelah itu, ia menghubungi Dansi Intel Sertu Thomas Awi untuk pemeriksaan lanjutan. Aksi penyiksaan berlanjut hingga dini hari, sementara Faisal disebut tidak mengikuti proses interogasi sampai selesai.
Akibat luka berat di sekujur tubuh, Lucky kemudian jatuh sakit, sekarat, dan akhirnya meninggal dunia.
Menurut oditur, Faisal tidak menunjukkan sikap pengendalian diri sebagai pimpinan, melanggar etika prajurit, dan merusak citra TNI.
“Sebagai atasan, terdakwa harus melindungi Prada Lucky. Namun terdakwa terbukti membiarkan,” kata Wasinton.
Oditur pun meminta majelis hakim menyatakan bahwa Faisal melakukan tindak pidana penganiayaan bawahan dalam dinas hingga meninggal dunia, berdasarkan fakta persidangan yang telah terungkap.




