Universitas Jakarta masuk dalam salah satu dari 52 kampus yang terancam ditutup.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) telah mengakui adanya 52 kampus yang mengalami masalah hingga 25 Mei 2023. Dari 52 kampus yang menghadapi masalah tersebut, ada ancaman kehilangan izin operasionalnya hingga akhirnya ditutup.
Berdasarkan data yang dikeluarkan Kemendikbud Ristek, Universitas Jakarta (Unija) masuk dalam salah satu perguruan tinggi (PT) yang terancam tutup karena diduga akibat masalah manajemen yang buruk. Hal tersebut membuat kalangan mahasiswa cemas dan khawatir.
Perguruan tinggi yang telah berdiri sejak tahun 1964 diduga telah melanggar sejumlah ketentuan, hingga mendapatkan sanksi administratif berat berupa penghentian pembinaan.
Berita mengenai kondisi manajemen yang buruk dalam tata kelola di Universitas Jakarta (Unija) ini mulai terungkap setelah adanya serangkaian pengaduan dan keluhan dari mahasiswa serta dosen.
Pihak kampus diduga melakukan penyelewengan wewenang perguruan tinggi, ketidak transparan dalam pengelolaan keuangan universitas, dan pelanggaran pelaksanaan wisuda saat PT dalam kondisi pembinaan.
Menurut salah satu mahasiswa Unija, Arif -bukan nama sebenarnya- kondisi kampus semakin memburuk akibat kebijakan rektorat dan Yayasan yang tidak profesional dalam tata kelola Universitas Jakarta.
“Kami seringkali mendapatkan fasilitas kampus yang rusak dan tidak diperbaiki selain itu unit kegiatan mahasiswa juga tidak tersedia dan bahkan cenderung dipersulit dalam melakukan kegiatan kemahasiswaan serta pelanggaran etika dalam proses wisuda dimana PT dalam sanksi pembinaan, ini membuat kami cemas,” ujar Arif.
Selain itu, Universitas Jakarta juga diduga melakukan kesewenang – wenangan dalam mengelola PT dengan tidak melayani audiensi kepada mahasiswa yang ingin mendapatkan informasi status pembinaan yang diberikan oleh LLDIKTI Wil 3 Jakarta.
“Pihak rektorat beserta jajaranya terkesan menghindar saat kami meminta pertanggungjawaban nasib kami kedepan bila universitas sampai ditutup” tambah mahasiswa lain, Gunawan -bukan nama sebenarnya-.
Kondisi manajemen yang buruk ini semakin diperparah ketika oknum manajemen kampus dituduh melakukan tindakan nepotisme, di mana pihak kampus atau yayasan lebih memprioritaskan kerabat atau keluarga sendiri dalam penerimaan dan pengangkatan pegawai tanpa mekanisme statuta Universitas. Hal ini tentu saja merugikan para mahasiswa dan dosen yang memiliki kompetensi.
Seperti diketahui sebelumnya, Kemendikbud telah mencabut 23 Izin Operasional Perguruan Tinggi Swasta yang melakukan pelanggaran berat, seperti tidak memenuhi ketentuan standar pendidikan tinggi, melaksanakan pembelajaran fiktif, serta melakukan praktik jual beli ijazah. Pelanggaran berat ini juga termasuk melakukan penyimpangan pemberian beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K).
Direktur Kelembagaan Dikti Ristek Kemendikbud Ristek, Dr. Lukman, ST., M.Hum, pada banyak pemberitaan media beberapa waktu lalu menyebut bahwa pihak Kemendikbud Ristek tidak hanya menutup kampus-kampus yang bermasalah berat, namun juga sudah melakukan proses hukum dengan melaporkan secara pidana.
“Kita memang melakukan Pengendalian Perguruan Tinggi Bermasalah. Mohon maaf, saya tidak bisa menyampaikan detail kampus mana saja, nanti biarlah Perguruan Tingginya sendiri yang akan mengumumkan,” tutur Dr Lukman.
Ketika ditanya, alasan penutupan kampus-kampus bermasalah, Lukman menegaskan, ada sejumlah pelanggaran fatal dan melanggar hukum yang diduga dilakukan kampus-kampus yang bermasalah itu.