Kasus pelaporan terhadap narasumber berita di media Project Multatuli ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sulawesi Selatan, Sabtu, (16/10/2021) direspons oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar.
Seorang narasumber berita kasus perkosaan di Luwu Timur bernama Lydia (bukan nama sebenarnya) dilaporkan oleh S atas dugaan adanya tindak pidana pencemaran nama baik melalui Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dalam pengaduan tersebut, pelapor mengaku keberatan dengan pernyataan Lydia di laporan investigasi Project Multatuli dengan judul berita “Tiga Anak Saya Diperkosa, Saya Lapor ke Polisi, Polisi Menghentikan Penyelidikan.”
Terkait hal ini, Ketua AJI Makassar, Nurdin Amir menilai, laporan tersebut merupakan ancaman kriminalisasi pada narasumber berita. Jika kriminalisasi narasumber terus-menerus terjadi, maka hal ini akan menimbulkan chilling effect.
“Ini merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers. Ketika narasumber dipidana, artinya membunuh pers itu sendiri. Pelaporan ini adalah serangan terhadap kebebasan pers dan demokrasi,” ujar Nurdin, Minggu (17/10).
Dia mengatakan, payung hukum UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers mengatur soal pers memang dihadirkan untuk melindungi kebebasan pers. Sebab, kebebasan pers merupakan bagian dari kebebasan berpendapat yang diatur dalam Undang-undang Dasar pasal 28E.
“Payung hukum pers yang dipakai untuk melindungi narasumber merupakan poin penting. Pasalnya, narasumber dan pers merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Kriminalisasi terhadap narasumber adalah serangan kepada pers, serangan terhadap kebebasan berpendapat,” ujar Nurdin.
Apabila narasumber Project Multatuli berlanjut di ranah hukum dan tidak dijadikan sebagai sengketa pers, maka akan menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia.
“Kami mendesak pihak penyidik kepolisian Dit Reskrimsus Polda Sulsel tidak semestinya menerima laporan sengketa pemberitaan yang menjadi ranah Dewan Pers. Kasus ini tidak bisa dibiarkan, karena akan berdampak kepada narasumber lain untuk hati-hati atau membatasi bicara kepada media. Jika narasumber tidak mau diwawancara akan mengancam kerja-kerja jurnalisme,” ujarnya