Indeks News — Pemerintah Indonesia resmi memborong 48 unit jet tempur KAAN generasi kelima buatan Turki senilai lebih dari Rp160 triliun, di tengah kondisi defisit APBN dan tekanan kebijakan efisiensi anggaran yang digaungkan oleh Presiden Prabowo Subianto.
Kontrak pembelian ditandatangani dalam ajang International Defence Industry Fair (IDEF) 2025 di Istanbul, Sabtu (26/07). Ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerja sama pertahanan yang telah diteken pada 11 Juni 2025, saat Prabowo masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan dalam acara Indo Defence Expo & Forum di Jakarta.
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mempertanyakan sumber pembiayaan untuk pembelian alutsista jumbo tersebut.
“Saya tidak mengerti mau dibayar pakai apa? Uangnya [APBN] sudah hampir tidak ada karena defisitnya 2,78% dari PDB, atau Rp662 triliun,” ujar Bhima, Senin (04/08).
Bhima menambahkan, beban bunga utang negara saja sudah menggerus sekitar 25% dari penerimaan pajak, yakni sekitar Rp552 triliun per tahun. Sementara total utang pemerintah hingga akhir 2024 sudah menyentuh angka Rp10.269 triliun.
Jika pembelian dibiayai dari APBN, konsekuensinya bisa fatal: pemangkasan pada pos belanja prioritas, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Langkah Prabowo bukan yang pertama dalam hal pengadaan alutsista bernilai fantastis. Sebelumnya, ia juga telah mengamankan kontrak pembelian:
- 42 unit jet tempur Rafale dari Prancis: senilai lebih dari Rp130 triliun
- 6 pesawat angkut C-130J Super Hercules
- Drone tempur Anka dan Bayraktar TB2 dari Turki
- Tank Leopard, Kapal Selam, hingga Radar dan Sistem Rudal pertahanan udara
Seluruhnya bagian dari program modernisasi alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia.
Perlukah Indonesia Membeli Jet Tempur KAAN?
Pengamat militer dari BRIN, Muhamad Haripin, menyebut bahwa modernisasi alutsista, termasuk pesawat tempur, memang dibutuhkan untuk menjawab tantangan geopolitik dan menjaga kedaulatan udara Indonesia.
Namun ia mengingatkan bahwa pembelian pesawat saja tidak cukup.
“Skema pembiayaan harus jelas, personel harus siap, dan doktrin pertahanan harus diperbarui agar armada ini bisa optimal,” tegas Haripin.
Jet tempur KAAN, yang dikembangkan oleh Turkish Aerospace Industries (TAI), adalah jet tempur generasi kelima yang dirancang setara dengan F-35 milik Amerika Serikat. KAAN memiliki kemampuan siluman (stealth), kecepatan supersonik, serta teknologi radar dan avionik canggih.
Menanggapi kritik soal pembiayaan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa belanja pertahanan tetap penting di tengah efisiensi anggaran.
“Efisiensi bukan berarti tidak berbelanja. Memperkuat pertahanan dengan alutsista baru memang diperlukan,” kata Prasetyo di Senayan, Jakarta (04/08).
Namun hingga kini, Kementerian Pertahanan belum memberikan penjelasan rinci terkait skema pembiayaan pembelian jet tempur KAAN. Upaya BBC News Indonesia menghubungi Brigjen Frega Wenas Inkiriwang, Kepala Biro Humas Kemhan, belum membuahkan jawaban.
Sementara, Bhima memperingatkan bahwa jika pembelian ini dibiayai dengan menambah utang luar negeri atau menerbitkan obligasi pertahanan, risiko sistemik terhadap ekonomi bisa membesar.
“Bukan hanya soal membayar, tapi juga soal bagaimana utang ini menjerat fiskal jangka panjang. Negara bisa masuk ke dalam jebakan utang militer,” tegas Bhima.
Ia menyarankan agar pemerintah lebih transparan dalam pengambilan keputusan strategis semacam ini, dan mengkaji ulang skala prioritas belanja negara, khususnya di masa ekonomi yang masih rentan.
Pembelian 48 jet tempur KAAN ini telah menimbulkan perdebatan sengit antara urgensi pertahanan dan tekanan keuangan negara. Di satu sisi, penguatan TNI AU menjadi kebutuhan strategis. Namun di sisi lain, risiko fiskal dan beban utang menjadi tantangan serius yang belum mendapat jawaban tuntas dari pemerintah.




