Kasus dugaan penyelewengan dana oleh lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT) akhirnya berbuntut panjang. Bahkan, ada dugaan bahwa ACT memiliki kaitan dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini membantah anggapan yang menyebutkan bahwa PKS terkait dengan dugaan penyelewengan dan oleh Lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Jazuli menegaskan dirinya bukanlah pendiri maupun pengurus di lembaga yang sedang jadi sorotan lantaran diduga melakukan penyelewengan dana umat tersebut. “Saya tidak ada kaitan dengan ACT. Saya tidak ikut mendirikan, tidak pernah bekerja di ACT, dan tidak pernah mendapat gaji dari ACT,” ujar Jazuli, Rabu (6/7).
Politikus PKS ini juga membantah tuduhan yang menyebut parpolnya terkait dengan ACT. Jazuli justru merasa heran karena kisruh ACT yang bermula dari konflik internal ternyata meluas, bahkan menjadi isu liar yang menyeret PKS.
“Masalah utamanya konflik di internal ACT, mereka saling pecat, kenapa jadi lari ke PKS?” jelanya.
ACT menjadi sorotan luas karena para pengurusnya diduga melakukan penyelewengan dana donasi. Pemerintah pun mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) yang dikantongi ACT.
Belakangan di media sosial muncul narasi yang mengaitkan ACT dengan Jazuli dan PKS.
Narasi itu menyebut Ketua Majelis Pertimbangan (MPW) PKS Banten Sudarman Ibnu Murtadho menjadi Ketua Dewan Pengawas ACT .
Informasi lain menyebut Sudarman menjadi pimpinan Yayasan Rahmatan Lil’alamin. Jazuli disebut-sebut sebagai pembina yayasan yang memiliki Sekolah IT Insan Citra itu. Namun, Jazuli mengaku tidak mengetahui Sudarman bekerja di ACT.
Anggota Komisi I DPR itu mengatakan dirinya baru tahu jabatan Sudarman di ACT dari pemberitaan. “Saya pun baru tahu dari media bahwa Pak Sudarman kerja di ACT, karena tidak pernah memberi tahu saat rapat yayasan dan memang tidak ada kewajiban untuk memberi tahu juga dia bekerja di mana,” ujarnya.
Jazuli mengatakan, Yayasan Rahmatan Lil’alamin dan ACT merupakan dua entitas berbeda yang tidak bisa dikaitkan secara langsung. “Apa kalau Pak Sudarman jadi pengurus suatu yayasan, lalu tidak boleh bekerja di tempat lain untuk menghidupi anak istrinya?” ujarnya.