spot_img
spot_img

Terancam Gulung Tikar, Pekerja IHT Minta Pemerintah Hentikan Wacana Plain Packaging

Jakarta, Indeks News – Kalangan buruh Industri Hasil Tembakau (IHT) secara tegas menolak wacana penyeragaman kemasan rokok atau plain packaging. Mereka menilai kebijakan tersebut justru membuka celah lebih besar bagi peredaran rokok ilegal dan mengancam keberlanjutan industri maupun tenaga kerja.

Ketua Umum PP FSP RTMM-SPSI, Sudarto AS, menjelaskan bahwa kemasan polos akan menyulitkan konsumen membedakan produk legal dan ilegal. Tanpa desain dan logo yang kompleks, pemalsuan produk akan semakin mudah dilakukan pelaku industri ilegal.

“Wacana ini bisa memudahkan pemalsuan produk. Desain dan logo itu bentuk identitas legal. Jika dihapus, maka rokok ilegal akan lebih mudah menyusup ke pasar,” ujar Sudarto dalam keterangan tertulis, Kamis (11/12/2025).

Sudarto menegaskan dampaknya bukan hanya pada industri, tetapi juga pada penerimaan negara. Peningkatan rokok ilegal dapat menggerus pendapatan dari sektor cukai yang selama ini menjadi penyokong besar APBN.

Selain itu, penurunan penjualan produk legal akan berimbas langsung pada keberlangsungan jutaan pekerja di sektor IHT.

“Kami sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya, bahwa kalau belum bisa membuka lapangan pekerjaan baru di sektor padat karya seperti IHT, sebaiknya jangan keluarkan kebijakan yang mengancam pekerjaan kami,” tegasnya.

Sudarto meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuka ruang dialog lebih inklusif sebelum menetapkan Rancangan Permenkes. Ia menilai rapat koordinasi sebelumnya belum merepresentasikan upaya mendengar seluruh pemangku kepentingan.

“Rokok adalah produk legal, dan kami adalah tenaga kerja legal. Kami dengan tegas menolak penyeragaman warna kemasan rokok. Kemasan, warna, dan logo adalah identitas merek dan bagian dari HAKI,” jelasnya.

Lebih jauh, Sudarto menilai kewenangan Kemenkes tidak mencakup penyeragaman kemasan. Menurutnya, kebijakan plain packaging melampaui mandat yang diberikan PP Nomor 28 Tahun 2024, yang hanya mengatur soal graphic health warning (GHW).

“Mereka tidak punya hak mengatur kemasan, apalagi menyeragamkan warna dan logo. PP 28/2024 jelas hanya memberi kewenangan kepada Kemenkes untuk mengatur GHW, bukan desain keseluruhan kemasan,” ujarnya.

Penolakan buruh IHT ini menjadi sinyal kuat bahwa kebijakan kemasan polos perlu dikaji ulang secara komprehensif, terutama terkait dampaknya terhadap industri, tenaga kerja, dan penerimaan negara.

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses