Indeks News – Suasana liputan sejumlah wartawan yang semula penuh antusias berubah mencekam di sebuah pabrik peleburan logam, PT Genesis Regeneration Smelting (GRS), yang berdiri di Jalan Raya Cikande–Rangkasbitung Km. 13,5, Kecamatan Jawilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (21/8/2025).
Sepuluh wartawan yang diundang langsung oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk meliput inspeksi mendadak (sidak) tiba-tiba menjadi sasaran kekerasan. Alih-alih pulang membawa berita, mereka justru pulang dengan tubuh penuh luka, trauma, dan ketakutan.
Awalnya, rombongan jurnalis datang untuk mengikuti sidak yang dipimpin Deputi Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK, Irjen Rizal Irawan. Rizal bersama tim tengah memeriksa dugaan pencemaran lingkungan di pabrik tersebut.
Namun, langkah para jurnalis terhenti ketika petugas keamanan pabrik menghadang. Teguran yang mestinya sebatas protokol keamanan mendadak berubah menjadi amarah. Beberapa orang yang disebut sebagai kelompok lain ikut muncul, memprovokasi, hingga terjadi ketegangan.
Dalam hitungan menit, suasana ricuh. Wartawan yang sedang melaksanakan tugas jurnalistik, justru dikejar-kejar, diseret, bahkan dipukuli.
Hendi, wartawan Jawa Pos TV, menjadi salah satu saksi mata sekaligus korban. Suaranya bergetar saat menceritakan apa yang dialaminya.
“Saya dan rekan yang lain dikejar-kejar. Saya juga sempat disandera. Untung ada teman wartawan yang tinggal di daerah sini, jadi saya bisa diselamatkan,” kata Hendi melalui siaran pers.
Tidak semua seberuntung Hendi. Rifki, wartawan Tribun Banten, justru harus menerima pukulan bertubi-tubi. Tubuhnya lebam, wajahnya pucat, dan akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit.
“Parah bang, sakit semua badan. Bonyok digebukin. Sekarang saya di jalan mau ke RS,” ungkap Rifki lirih, mencoba menahan rasa sakit.
Wartawan Diintimidasi dengan Senjata
Seorang wartawan Detik, Iqbal, juga membenarkan peristiwa itu. Menurutnya, kekerasan terjadi setelah wawancara dengan petugas kementerian selesai dilakukan. Saat rombongan wartawan hendak meninggalkan pabrik, mereka tiba-tiba diserang.
“Pas kita mau balik, anak-anak pada dihajar. Ada yang bawa senjata tajam juga,” kata Iqbal.
Hal senada diceritakan lagi oleh Hendi. Menurutnya, kelompok penyerang diduga terdiri dari petugas Brimob dan ormas. “Tiba-tiba dipanggil, lalu langsung diserang. Sambil bawa senjata tajam,” ujarnya.
Insiden itu menyisakan banyak pertanyaan. Mengapa wartawan yang diundang resmi oleh KLH justru dihalangi, bahkan dianiaya? Mengapa ada keterlibatan kelompok bersenjata tajam di lokasi sidak resmi kementerian?
Yang pasti, para korban masih berjuang dengan luka dan trauma. Rifki menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara korban lain tengah bersiap melakukan visum dan melaporkan insiden ke pihak kepolisian.
Di balik tragedi ini, publik menunggu kejelasan. Bagaimana sikap KLH yang kala itu berada di lokasi? Bagaimana aparat menindaklanjuti aksi kekerasan yang nyata-nyata melanggar hukum dan mengancam kebebasan pers?
Yang jelas, Kamis 21 Agustus 2025 akan menjadi hari yang tidak pernah dilupakan oleh sepuluh jurnalis di Serang. Hari ketika pena dan kamera mereka berlumur darah, hanya karena menjalankan tugas menulis kebenaran.




