spot_img
spot_img

4 Tuntutan Ribuan Masyarakat Papua Desak Presiden Prabowo Copot Bahlil CS

Indeks News — Ribuan masyarakat Papua tumpah ruah di jalanan Kota Jayapura. Dengan pakaian serba hitam, mereka berjalan kaki dari Taman Imbi menuju Kantor Gubernur Papua di Dok II. Hitam bukan sekadar warna, melainkan simbol: tanda berkabung atas “matinya demokrasi” di tanah mereka.

Tangis, doa, dan teriakan penuh semangat mengiringi langkah-langkah mereka. Dari tokoh adat, pemimpin gereja, aktivis LSM, hingga tokoh Muslim, ribuan masyarakat papua hadir dalam satu barisan. Papua hari itu menjadi saksi bagaimana rakyat menolak tunduk pada apa yang mereka sebut sebagai “rekayasa kekuasaan.”

Sekitar pukul 10.00 WIT, perjalanan dimulai. Doa pembuka dipimpin oleh Ketua Klasis Port Numbay, Pdt. Andris Tjoe. Doa itu menggema di tengah ribuan orang yang memadati jalan. “Kami tidak mencari musuh. Kami hanya mencari kebenaran dan keadilan bagi demokrasi Papua,” tegas Pdt. Jhon Baransano, Ketua Klasis Paidaido Biak Numfor dalam orasinya.

Satu per satu tokoh bergantian menyampaikan suara rakyat. Ketua Dewan Adat Wilayah Tabi, Yakonias Wabrar, menegaskan bahwa Pemungutan Suara Ulang (PSU) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua seharusnya menjadi momentum memperbaiki demokrasi. Namun kenyataannya, kata dia, justru penuh kecurangan, intervensi, dan tekanan yang mengkhianati suara rakyat.

Tuduhan Intervensi Aparat

Teriakan paling keras dari ribuan masyarakat Papua muncul ketika menyinggung dugaan keterlibatan aparat kepolisian. Mereka menuduh ada pemaksaan terhadap KPPS untuk mengubah hasil rekapitulasi PSU. “Ini bentuk pelanggaran berat terhadap asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,” kata salah satu kepala suku lantang dari atas mobil komando.

Warga yang hadir tak hanya sekadar menyuarakan tuntutan, tetapi juga menunjukkan kesedihan yang mendalam. Mereka merasa hak politik mereka diinjak-injak.

4 Tuntutan Ribuan Masyarakat Papua kepada Presiden

Aksi yang berlangsung damai itu ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap. Yulianus Dwa mewakili massa membacakan empat tuntutan penting yang ditujukan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto.

  • Presiden Prabowo diminta mengambil alih pemerintahan di Papua. Pangdam XVII Cenderawasih diminta ditunjuk sebagai pimpinan daerah sekaligus komando pengamanan PSU hingga dilantiknya gubernur definitif.
  • Pencopotan elit Jakarta, termasuk Bahlil CS. Massa menilai mereka merusak citra negara dan mencederai demokrasi Papua.
  • KPU dan Bawaslu harus bekerja independen. Rakyat mendesak kedua lembaga penyelenggara pemilu benar-benar mengawal suara rakyat sampai penetapan hasil.
  • TNI diminta mengambil alih pengamanan PSU. Mereka menilai aparat sebelumnya sudah mencederai prinsip demokrasi dengan keterlibatan yang tidak netral.

Janji Perlawanan Lebih Besar

Suasana semakin emosional ketika Pdt. Jhon Baransano menutup orasi dengan janji tegas. “Kami akan datang kembali dengan kekuatan yang lebih besar bila demokrasi Papua terus dihambat dengan cara-cara yang tidak adil,” ucapnya.

Janji itu bukan sekadar kata. Ketua Sinode GKI di seluruh Tanah Papua ikut mendukungnya, menandai keseriusan gerakan rakyat Papua dalam memperjuangkan hak mereka.

Aksi damai ini menunjukkan satu hal: rakyat Papua merasa demokrasi mereka sedang terkoyak. Dengan pakaian hitam dan suara lantang, mereka meminta Presiden Prabowo Subianto tidak tinggal diam.

Papua menanti, apakah suara rakyat akan didengar atau kembali terkubur dalam gelapnya praktik kekuasaan?

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses