Amerika Serikat telah menghabiskan $ 2,26 triliun di Afghanistan sejak tahun 2001. Investasi perang yang telah berakhir dengan kacau dan memalukan itu merupakan perang terpanjang Amerika.
Memang tidak tolok ukur untuk menghitung biaya perang terpanjang Amerika Serikat di Afghanistan. Darah angkatan perang Amerika telah ditumpahkan sehingga harta terasa tidak berarti jika dibandingkan.
Kini, orang-orang Afghanistan menyerbu bandara Kabul, mereka mati-matian berusaha untuk melarikan diri dari kekuasaan Taliban. Berita terkini situasi Afghanistan telah membanjiri layar kaca dan kantor berita di seluruh dunia.
Jumlah yang begitu besar telah dihabiskan Amerika Serikat untuk mencoba membangun Afghanistan menjadi demokrasi liberal layak untuk diaudit secara menyeluruh. Apabila tidak, maka ini menjadi pelajaran yang paling berharga bagi Amerika Serikat agar kesalahan tragis tidak terulang.
Landasan untuk pembangunan sebuah bangsa adalah keamanan. Apabila orang merasa tidak aman, atau telah terjadi ketidakstabilan, maka korupsi akan tumbuh subur sementara ekonomi formal layu.
Pada tahun 2001 yang lalu, ekonomi Afghanistan hancur karena lebih dari dua dekade perang akibat invasi pimpinan AS. Sejak 2001 itu, Amerika Serikat telah menghabiskan $2,26 triliun di Afghanistan, hal itu terungkap dalam perhitungan Proyek Biaya Perang di Brown University.
Hampir $ 1 triliun dikucurkan untuk anggaran Operasi Kontingensi Luar Negeri untuk Departemen Pertahanan. Pembiayaan terbesar kedua $530 miliar adalah perkiraan pembayaran bunga terkait uang yang dipinjam pemerintah Amerika Serikat untuk mendanai perang tersebut.
Setelah pasukan AS mengusir Taliban dari kekuasaan pada tahun 2001, Afghanistan mengukuhkan posisinya sebagai pemasok opium dan heroin terkemuka di dunia. Dan inipun kemungkinan akan dipertahankan oleh Taliban saat mereka muncul sebagai pemenang.
Kini, Presiden Ashraf Ghani telah meninggalkan negara itu dan Taliban mengambil alih kekuasaan. Hasil investasi $2 triliun oleh pemerintah AS di afganistan menjadi sejarah yang kacau dan memalukan.
Catatan Suram Sejarah Perang Amerika Serikat di Afghanistan.
Sejak 2001, AS telah mengalokasikan anggaran lebih dari $144 miliar untuk rekonstruksi Afghanistan. Sebagian besar uang itu diberikan kepada kontraktor swasta dan LSM yang ditugaskan oleh pemerintah AS untuk melaksanakan program dan proyek untuk membangun pasukan keamanan Afghanistan, meningkatkan pemerintahan, membantu pembangunan ekonomi dan sosial, serta memerangi obat-obatan terlarang.
Kegagalan paling kritis dari upaya rekonstruksi tersebut – dan yang paling mahal – adalah $88,3 miliar yang dihabiskan untuk pelatihan dan perlengkapan tentara Afghanistan dari Mei 2002 hingga Maret tahun ini.
Tentara Afghanistan ditugaskan untuk memukul mundur Taliban dan kelompok bersenjata lainnya seperti al-Qaeda dan ISIL yang menjadi ancaman eksistensial bagi pemerintah Afghanistan yang didukung AS.
Namun, pasukan berkekuatan 300.000 orang itu akhirnya meletakkan senjata di hadapan Taliban. Hal ini sebagai bukti kepercayaan yang dimiliki tentara Afghanistan terhadap pemerintahnya sudah hilang, sehingga mereka menyerah pada Taliban.
Faktor sejarah dan budaya Afghanistan yang unik ikut mempengaruhi kesetian mereka terhadap negara sendiri. Penyebabnya tentu saja kurangnya pemantauan dan evaluasi dari AS sudah membuang uang untuk Afghanistan.
Kongres AS kini membentuk SIGAR – Inspektur Jenderal Khusus untuk Rekonstruksi Afghanistan. Sejak 2008, telah mengaudit dan menilai upaya rekonstruksi Washington di Afghanistan. Hasilnya, ternyata di Afghanistan telah terjadi pemborosan, penipuan, dan penyalahgunaan.
Misalnya, laporan tahun 2017 tentang upaya AS untuk melatih pasukan keamanan Afghanistan dan secara konsisten meremehkan pertahanan pemberontakan Afghanistan” sambil melebih-lebihkan kemampuan pasukan pemerintah Afghanistan.
AS juga melakukan kesalahan, kata SIGAR, dengan mencoba mencangkokkan senjata dan sistem manajemen Barat yang canggih ke dalam pasukan tempur yang sebagian besar buta huruf – melanggengkan ketergantungan Afghanistan pada pasukan AS daripada menciptakan tentara Afghanistan yang dapat berdiri dan berperang sendiri.
SIGAR juga menemukan bahwa alat yang digunakan untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan upaya pelatihan AS menutupi “faktor tak berwujud, seperti korupsi dan kemauan untuk melawan”.
Bulan lalu, SIGAR menerbitkan laporan ke-10 tentang “Pelajaran yang Dipetik” di Afghanistan. “Dalam lingkungan yang tidak terduga dan kacau seperti Afghanistan, pengawasan yang buruk atau implementasi yang tidak tepat dapat mengancam hubungan dengan masyarakat lokal, membahayakan kehidupan personel dan warga sipil AS dan Afghanistan, dan merusak tujuan strategis,” tulis Inspektur Jenderal John F Sopko dalam ringkasan eksekutif. .
Bagi Afghanistan, pelajaran itu sudah terlambat.