Indeks News – Di tengah riuh dan getir suasana protes di depan Gedung DPR, Bahlil Lahadalia justru mengeluarkan pernyataan yang memantik kejutan baru. Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral itu mengaku tidak mengetahui adanya aksi besar tersebut.
“Demo apa ya? Saya hari ini rapat seharian, jadi belum ikuti informasi,” ujar Bahlil Lahadalia singkat saat ditemui wartawan.
Bahlil Lahadalia menuturkan sejak pukul sembilan pagi hingga siang dirinya sibuk rapat, lalu dilanjutkan pertemuan di sore hari. Ketika ditanya mengenai tuntutan massa, ia menolak memberi tanggapan lebih jauh dengan alasan tidak tahu siapa demonstran yang terlibat.
Pernyataan itu seketika viral. Cuplikan video wawancara Bahlil Lahadalia yang diunggah akun @westgalee di platform X sudah ditonton lebih dari 1,2 juta kali, dengan lebih dari tiga ribu komentar. Mayoritas warganet menyindir sikap abai pejabat tinggi negara tersebut.
“Iya deh yang sibuk rapat,” tulis pemilik akun @westgalee, yang kemudian dibanjiri ribuan balasan bernada sinis.
Padahal, gelombang protes di depan Gedung DPR pada Senin, 25 Agustus 2025, menjadi catatan penting dalam dinamika politik nasional. Ribuan massa turun ke jalan menolak kenaikan tunjangan perumahan DPR sebesar Rp50 juta per bulan.
Teriakan lantang mereka tidak hanya menuntut pembatalan kebijakan, tetapi juga menyerukan pembubaran DPR serta pencopotan Presiden dan Wakil Presiden.
Sementara itu, di lapangan, demonstrasi berlangsung panas. Ribuan orang memadati kawasan Senayan dan sekitarnya. Kericuhan pecah di sekitar Stasiun Palmerah ketika aparat menembakkan gas air mata. Massa merespons dengan lemparan batu dan petasan.
Aksi ini tidak sekadar menolak kenaikan tunjangan DPR, tetapi juga meluapkan kekecewaan mendalam rakyat terhadap pemerintah dan lembaga legislatif. Di tengah tekanan ekonomi yang semakin berat, kebijakan peningkatan tunjangan dianggap tidak masuk akal dan menyakitkan.
Seruan pembubaran DPR serta desakan pencopotan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran terdengar jelas dari pengeras suara dan orasi-orasi massa. Suasana berubah menjadi simbol perlawanan rakyat terhadap elite politik yang dinilai semakin jauh dari penderitaan masyarakat.
Reaksi keras muncul bukan hanya karena aksi massa, melainkan juga karena respons pejabat negara. Ucapan singkat Bahlil Lahadalia dianggap memperlihatkan jurang lebar antara pemerintah dengan rakyat yang sedang berjuang menghadapi beban hidup.
“Ini tanda keterputusan komunikasi pejabat dengan rakyat,” ujar sejumlah pengamat yang menilai sikap Bahlil mencerminkan lemahnya koordinasi pemerintah dalam menghadapi krisis politik nasional.




