spot_img
spot_img

Cukai Rokok Naik: Perokok Diperas, Negara Targetkan Penerimaan Rp 334,3 Triliun dari Cukai Tahun 2026

Indeks News – Target penerimaan negara dari cukai rokok kembali melonjak. Pemerintah melalui RAPBN 2026 menargetkan penerimaan bea dan cukai sebesar Rp 334,3 triliun. Dari jumlah itu, porsi terbesar tetap ditopang oleh cukai hasil tembakau, sebuah ironi yang selalu mengundang perdebatan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui target tersebut terbilang tinggi. Dalam rapat bersama Komisi XI DPR RI di Senayan, Jakarta, Jumat (22/8/2025), ia menyebutkan bahwa kenaikan itu didorong bukan hanya oleh tembakau, tetapi juga ekstensifikasi barang kena cukai lain. Namun tetap saja, rokok menjadi tulang punggung utama penerimaan bea dan cukai Indonesia.

Perokok: Sumber Uang, Tapi Dianggap Perusak

Di satu sisi, perokok di Indonesia sering dicap sebagai biang kerok berbagai masalah kesehatan hingga dianggap perusak generasi. Namun di sisi lain, negara justru menggantungkan puluhan hingga ratusan triliun rupiah dari kebiasaan merokok masyarakat.

Faktanya, tanpa kontribusi perokok, mustahil target Rp 334,3 triliun dapat tercapai. Angka tersebut menjadi bagian dari total target penerimaan negara sebesar Rp 3.147 triliun dalam RAPBN 2026. Artinya, hampir 11% penerimaan negara bertumpu pada bea dan cukai, dengan rokok sebagai penyumbang terbesar.

Dibandingkan Pajak, Cukai Rokok Tetap Andalan

Jika dibandingkan dengan penerimaan pajak, angka bea dan cukai memang jauh lebih kecil. Pemerintah menargetkan penerimaan pajak tumbuh 13,3% hingga mencapai Rp 2.357,7 triliun. Namun ironinya, tidak ada sektor lain yang bisa memberi kontribusi secepat dan sebesar cukai tembakau.

Dengan kata lain, meski kontribusi pajak mendominasi, keberadaan rokok tetap vital. Pemerintah bahkan tak segan menambah ekstensifikasi barang kena cukai serta memperketat penegakan hukum untuk mencegah peredaran rokok ilegal.

Antara Kepentingan Ekonomi dan Stigma Sosial

Di tengah kondisi perdagangan internasional yang terus berubah, pemerintah juga mengandalkan strategi lain seperti intensifikasi bea masuk dan dukungan hilirisasi dari bea keluar. Namun tetap saja, rokok adalah primadona.

Pertanyaannya, sampai kapan perokok diperlakukan diskriminatif? Mereka dianggap perusak, tetapi kontribusinya terhadap negara seakan tak terbantahkan. Setiap isapan rokok yang dibakar, sesungguhnya ikut menyalakan mesin penerimaan negara.

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses