Indeks News – Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta mengeluarkan fatwa haji sekali seumur hidup. Hal itu diserukan oleh Ketua Umum IKA Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Toto Izul Fatah. Dia menyampaikan pandangan tegasnya.
Dia mengatakan, fatwa haji tersebut dikeluarkan agar makna sejati ibadah haji dikembalikan ke ruh awalnya: ibadah yang tulus, sederhana, dan penuh keikhlasan.
Seruan itu bukan tanpa alasan. Toto menyoroti carut-marut pengelolaan haji yang kini tengah ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji dengan kerugian negara sekitar Rp1 triliun, bahkan menyeret nama mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
“Praktik kotor itu terjadi karena pertemuan dua kepentingan: oknum penyelenggara yang korup dengan calon haji yang bernafsu ingin berangkat lagi karena punya banyak uang,” ujar Toto dalam siaran persnya, Jumat (22/8/2025).
Nafsu Haji Berkali-Kali
Toto menduga, mayoritas calon haji khusus yang membayar lebih mahal adalah mereka yang sudah pernah berhaji. Mereka tak peduli dengan jutaan calon jemaah reguler yang harus menunggu hingga belasan tahun.
“Ibadah itu harus lahir dari ketulusan, bukan dari nafsu dan keserakahan. Banyak orang ingin berhaji berkali-kali hanya karena mampu membayar. Padahal, masih banyak saudara kita yang belum pernah sekalipun,” tegasnya.
Ia mencontohkan, Nabi Muhammad SAW hanya sekali menunaikan haji, yaitu pada tahun 10 Hijriah, yang dikenal sebagai haji wada. Saat itu, Rasulullah justru meninggalkan pesan tentang persatuan, kesabaran, dan pengorbanan.
“Kalau Rasulullah saja hanya sekali, kenapa umatnya memaksakan diri berkali-kali?” ucap Toto lirih.
Makna Haji yang Sebenarnya
Bagi Toto, haji sejati bukan sekadar perjalanan fisik ke Baitullah, melainkan perjalanan spiritual yang menyatukan seorang hamba dengan Tuhannya. Ia menyebut konsep Makrifatullah, puncak kesadaran spiritual, di mana seorang muslim hidup penuh kasih, tanpa keserakahan, dendam, atau kebencian.
“Itulah haji, yakni ngahiji, menyatu dengan Sang Maha Segalanya. Seorang haji sejati tak akan tega merebut antrean panjang hanya karena mampu membayar mahal,” jelasnya.
Dalam tradisi Jawa, hal itu dikenal sebagai Manunggaling Kawula Gusti—perjalanan jiwa menuju kedekatan dengan Sang Pencipta.
Lahan Pahala di Sekitar Kita
Toto juga mengingatkan, pahala tidak hanya datang dari berhaji. Banyak lahan ibadah lain yang nilainya tak kalah tinggi, seperti membantu tetangga miskin, anak yatim, jompo, dan warga yang membutuhkan.
“Allah hadir di mana saja. Orang miskin, anak terlantar, janda, dan yatim piatu juga bisa menjadi Baitullah. Datanglah kepada mereka. Di situlah rumah Allah berada,” tuturnya.
Pesan itu menggugah hati. Bagi yang ingin berhaji kedua, ketiga, atau keempat, Toto mengajak agar niat itu dialihkan menjadi kepedulian sosial. “Berikan kesempatan berhaji kepada yang belum pernah sama sekali. Bagi yang punya rezeki berlebih, bantulah tetangga yang lapar, anak yatim yang butuh sekolah, atau jompo yang kesepian. Itu juga jalan menuju Allah,” tandasnya.
Harapan Fatwa MUI
Akhir kata, Toto menegaskan pentingnya fatwa MUI tentang haji sekali seumur hidup. Fatwa itu bisa menjadi acuan bagi Badan Penyelenggara Haji (BPH) untuk membuat aturan tegas, sekaligus mengembalikan ruh ibadah haji sebagai ibadah yang tulus, bukan arena pamer kekayaan.
“Semoga umat Islam memahami bahwa haji sejati bukan soal berapa kali pergi ke Mekah, tetapi sejauh mana kita menghadirkan Allah dalam hidup, dan seberapa besar kepedulian kita kepada sesama,” pungkasnya.




