Indeks News – Suasana politik Kota Medan mendadak berguncang oleh kasus dugaan pemerasan terhadap sejumlah pengusaha biliar. Empat anggota DPRD Kota Medan dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) untuk dimintai keterangan dalam kasus tersebut.
Pemanggilan ini bukan sekadar kabar biasa. Di baliknya, tersimpan cerita getir tentang para pengusaha kecil yang merasa tertekan menjadi korban pemerasan oleh oknum wakil rakyat yang seharusnya melindungi mereka.
Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Muhammad Husairi, membenarkan adanya langkah hukum tersebut.
“Benar, ada pemanggilan oleh tim penyidik Pidsus Kejati Sumut untuk permintaan keterangan anggota DPRD Kota Medan,” ungkap Husairi, Selasa (19/8/2025).
Pemanggilan ini tertuang dalam surat resmi bernomor B-1084/L.2.5/Fd.2/08/2025 yang ditandatangani oleh Aspidsus Kejati Sumut, Mochamad Jeffry, dan ditujukan kepada Ketua DPRD Kota Medan.
Empat legislator yang dipanggil seluruhnya duduk di Komisi III DPRD Kota Medan, David Roni Sinaga (DRS), Golfried Lubis (GL). Eko Aprianta (EA), dan Salomo Pardede (SP)
Mereka dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Kamis (21/8/2025) dan Jumat (22/8/2025) di kantor Kejati Sumut, Jalan Jenderal Besar AH Nasution, Medan.
Modus Dugaan Pemerasan
Informasi yang dihimpun penyidik menyebutkan, modus dugaan pemerasan dilakukan dengan dalih memeriksa izin usaha dan kewajiban pajak. Beberapa pengusaha biliar mengaku diminta sejumlah uang agar aktivitas usaha mereka tidak diganggu.
Sebelum memanggil para anggota dewan, penyidik Pidsus Kejati Sumut sudah terlebih dahulu memeriksa tiga pengusaha biliar yang diduga menjadi korban, serta tiga pejabat Pemkot Medan, yakni Sekretaris DPRD Medan, Kepala Satpol PP Medan, dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM Medan.
Di tengah gencarnya sorotan publik, Ketua Komisi III DPRD Kota Medan, Salomo Pardede, melalui kuasa hukumnya memberikan bantahan keras.
“Tidak ada pemerasan. Semua kegiatan yang dilakukan murni dalam rangka fungsi pengawasan dewan terhadap izin dan pajak. Kami akan kooperatif memenuhi panggilan Kejati Sumut,” tegas kuasa hukumnya.
Bantahan ini seolah menjadi tameng, namun tetap tidak mampu meredam rasa kecewa sebagian masyarakat yang berharap wakil rakyat bekerja demi kepentingan publik, bukan justru menyudutkan para pengusaha kecil.
Proses Hukum dan Harapan Publik
Hingga saat ini, status keempat legislator masih sebatas pihak yang dimintai keterangan. Mereka belum ditetapkan sebagai tersangka. Kejati Sumut menegaskan penyidikan dilakukan dengan prinsip profesionalitas, transparansi, serta tetap menjunjung asas praduga tak bersalah.
Kasus ini membuka mata publik tentang rapuhnya iklim usaha kecil jika dibiarkan terjebak dalam praktik penyalahgunaan wewenang. Para pengusaha mikro, yang seharusnya mendapat dukungan, justru terjebak dalam tekanan yang merugikan mereka.
Masyarakat Medan kini menunggu hasil penyelidikan Kejati Sumut. Apakah tuduhan ini akan terbukti? Atau justru hanya kesalahpahaman dalam proses pengawasan dewan?
Yang pasti, keadilan dan kepastian hukum menjadi harapan utama agar dunia usaha di Medan bisa tumbuh tanpa rasa takut.




