spot_img
spot_img

Korupsi Kuota Haji di Era Jokowi Mengakibatkan 8.400 Jamaah Gagal Berangkat ke Tanah Suci

Indeks News — Ribuan wajah penuh harap itu kini tertunda. Bukan karena sakit, bukan pula karena larangan keluarga, melainkan karena dugaan praktik korupsi kuota haji. Padahal kuota tambahan haji diharapkan menjadi jalan pemutus panjangnya antrean.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan adanya penyimpangan besar dalam pembagian kuota haji tambahan era Presiden ke-7 Joko Widodo. Alih-alih mempercepat keberangkatan jamaah reguler, 8.400 calon haji justru harus pasrah menunda ibadah suci mereka.

Kuota Haji Bergeser, Harapan yang Terlewat

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan fakta memilukan itu di Gedung Merah Putih, Selasa (19/8). Dari total tambahan 20 ribu kuota yang diberikan Arab Saudi, aturan seharusnya jelas: 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.

Namun realitas berkata lain. Kuota itu justru dibagi rata — 10 ribu reguler dan 10 ribu khusus.

Akibatnya, 8.400 kursi jamaah reguler hilang begitu saja. Mereka yang mestinya berangkat tahun ini, harus mundur lagi ke tahun-tahun berikutnya.

“Ini dampak nyata bagi umat. Waktu tunggu jadi semakin panjang, antrean semakin menumpuk,” kata Budi dengan nada tegas.

KPK kini membongkar jejak kebijakan tersebut. Semua dokumen, keterangan saksi, hingga Surat Keputusan (SK) Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 tengah diperiksa.

Apakah ini keputusan dari level tertinggi kementerian? Atau justru permainan pihak bawahan? KPK belum membuka nama tersangka, namun arah penyidikan menguat pada dugaan bahwa kebijakan diskresi ini bukan sekadar “kelalaian administratif.”

Tidak berhenti di pejabat negara, KPK juga mencium jejak keuntungan yang diduga dinikmati pihak biro perjalanan haji.

“Semua keterlibatan pihak travel akan kami dalami. Mereka juga sudah diperiksa,” ucap Budi.

Tambahan kuota yang semestinya meringankan antrean rakyat kecil, justru beralih menjadi keuntungan bisnis kelompok tertentu.

Pencegahan ke Luar Negeri

Tiga nama besar sudah dicegah agar tidak melarikan diri ke luar negeri:

  • Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan Menteri Agama
  • Ishfah Abdul Aziz (IAA), eks Staf Khusus Menag
  • Fuad Hasan Masyhur (FHM), pihak biro travel

Larangan bepergian berlaku enam bulan sejak surat keputusan terbit. Tindakan ini diambil setelah KPK resmi menaikkan kasus ini ke tahap penyidikan pada Sabtu (9/8) dini hari.

Di balik angka 8.400, tersimpan cerita pilu. Ada yang sudah menabung puluhan tahun, ada yang telah menjual sawah demi satu kali panggilan suci, dan ada pula yang khawatir tak lagi punya kesempatan karena usia renta.

Jika benar kuota tambahan itu digeser untuk kepentingan kelompok tertentu, maka korupsi ini bukan hanya soal uang negara. Ini tentang merampas doa, kesabaran, dan harapan umat.

KPK menjerat kasus ini dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 KUHP. Meski belum ada tersangka yang diumumkan, masyarakat menunggu: siapa yang bertanggung jawab atas pergeseran kuota yang memukul hati jutaan umat Islam Indonesia?

Yang jelas, janji suci ribuan jamaah kini tergantung pada proses hukum. Apakah keadilan mampu mengembalikan hak mereka? Ataukah antrean itu akan semakin panjang hingga sebagian tak lagi sempat menginjak tanah suci?

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses