Indeks News – Di tengah hiruk pikuk demonstrasi yang belum juga reda hingga hari ini, muncul narasi tajam dari kelompok yang menamakan diri Laskar Cinta Jokowi. Mereka menuding kegaduhan yang meluas ke jalanan sebagai bukti kegagalan Presiden baru, Prabowo Subianto.
Namun, tudingan ini menuai bantahan keras dari mantan Ketua Umum Poros Wartawan Jakarta, Tri Wibowo Santoso. Tri menyebut tuduhan itu sebagai bentuk pengalihan isu. Ia menegaskan, akar persoalan justru berawal dari warisan pemerintahan sebelumnya, era Presiden Jokowi.
Mesin Keamanan Masih Warisan Jokowi
Menurut Tri, tudingan bahwa Prabowo gagal menjaga stabilitas sama sekali tidak masuk akal. Pasalnya, aparat keamanan yang masih bertugas saat ini—Menkopolhukam, Panglima TNI, Kapolri, hingga Mendagri—semuanya berasal dari era Jokowi.
“Mesin keamanan yang menurunkan barikade Brimob, menembakkan gas air mata, dan menangkap demonstran bukan dibentuk Prabowo,” tegas Tri dalam sebuah tulisan yang beredar di berbagai grup WhatsApp pada Sabtu, 30 Agustus 2025.
Ia melihat pola yang mencurigakan: kericuhan yang muncul akibat aparat dengan mentalitas lama justru dijadikan amunisi untuk menyalahkan Prabowo.
Dari Tuntutan Jokowi ke Tunjangan DPR
Tri menyoroti perubahan fokus dalam aksi unjuk rasa. Flyer aksi pekan lalu menuntut penyelidikan korupsi Jokowi dan desakan untuk melengserkan Gibran Rakabuming, namun saat demonstrasi berlangsung isu dialihkan ke soal tunjangan DPR.
“Ini bukti nyata bagaimana publik diarahkan untuk melupakan kekecewaan selama satu dekade pemerintahan Jokowi—mulai dari korupsi, KKN di Mahkamah Agung, pelemahan KPK, hingga politik dinasti,” ujarnya.
Separuh Kabinet Masih Bayangan Lama
Lebih jauh, Tri mengingatkan bahwa separuh kabinet Prabowo masih diisi pejabat era Jokowi. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin kegaduhan ini sepenuhnya disalahkan kepada Prabowo?
“Apakah ini kegagalan Prabowo, atau justru sabotase halus dari dalam pemerintahan sendiri?” ungkapnya penuh retorika.
Tri membandingkan strategi Laskar Cinta Jokowi dengan pola lama di era Orde Baru. Dulu, pemerintah kerap mencari kambing hitam untuk menutupi krisis. Kini, menurutnya, pola itu kembali dipakai: mengalihkan sorotan publik dari isu korupsi Jokowi-Gibran ke arah Prabowo.
Ia menyebut analogi tajam, “Laskar Cinta Jokowi ibarat maling yang berteriak paling keras ketika rumah tetangga terbakar, padahal api berasal dari rumah mereka sendiri.”
Di akhir pernyataannya, Tri menegaskan bahwa publik tidak akan mudah dimanipulasi. Tanggung jawab keamanan negara memang melekat pada presiden, tetapi kenyataannya aktor-aktor lama dari pemerintahan sebelumnya masih berperan besar.
“Menutup fakta ini sama saja menipu rakyat. Narasi pengkambinghitaman mungkin laku di kalangan relawan, tapi di mata rakyat yang terdampak langsung, ini permainan murahan,” pungkasnya.




