Iklan
Iklan

Pakar Hukum: Penyebaran Ideologi Radikal di Media Sosial Harus Ditindak

- Advertisement -
Penyebaran ideologi radikal yang memanfaatkan ruang media sosial harus segera ditindak. Sebab, selama ini pemerintah hanya menutup akun yang terindikasi menyebarkan radikalisme.

Hal itu ditegaskan oleh pakar hukum Petrus Selestinus. Ia menyebutkan polisi mesti menindak penyebar ideologi radikal serta memproses hukum orang-orang di balik media sosial radikal tersebut.

Petrus Selestinus, mengatakan penyebaran ideologi radikal juga memanfaatkan ruang media sosial. “Polisi wajib memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal, terutama paham yang menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam kedaulatan negara,” katanya.

Dia juga mengharapkan agar polisi bisa menjerat pemilik akun medsos radikal tersebut dengan Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

“Pemblokiran itu baik sebagai langkah preventif tetapi juga harusnya ditindaklanjuti dengan langkah pemidanaan, karena hukum positif kita sudah mengaturnya,” ujar Petrus.

Menurut Petrus, polisi tidak harus menunggu pengaduan atau laporan masyarakat untuk memproses hukum pihak-pihak yang menguasai dan memiliki atau pemilik akun medsos yang terindikasi menyebarkan paham radikal.

Polisi siber kata Petrus, memiliki kemampuan dan kewenangan untuk bertindak tanpa harus menunggu pengaduan masyarakat. Apabila hal itu dilakukan, Petrus menduga dampaknya bagi pencegahan penyebaran ideologi radikal dan terorisme akan cukup besar.

“Sekaligus mencegah meluasnya penyebaran paham radikal atau radikal terorisme yang sangat mengancam kedaulatan negara, kehormatan dan wibawa negara,” kata Petrus.

Sebelumnya, mantan narapidana teroris Haris Amir Falah, menyebut ada perubahan pola rekrutmen orang yang disiapkan melakukan aksi teror. Rekrutmen calon teroris tidak lagi melalui tatap muka, melainkan via media sosial.

Melalui media sosial, menurut Haris, calon pengantin bisa melakukan dialog tanpa bertemu tatap muka dengan pembinanya. Haris menuturkan, sejumlah platform media sosial yang kerap dijadikan medium indoktrinasi serta rekrutmen teroris adalah Facebook dan Telegram.

Sementara, Menkominfo Jhonny Plate mengatakan Kementerian Kominfo mengawasi ruang siber menggunakan mesin crawling berbasis AI yang memantau akun dan konten-konten yang terkait dengan kegiatan radikalisme terorisme.

Kemenkominfo juga berkoordinasi dengan kementerian/lembaga serta stakeholder terkait lainnya soal penanganan penyebaran konten radikalisme dan terorisme di medsos. Kominfo juga berupaya menyampaikan konten positif untuk memberi literasi kepada masyarakat.

“Hingga 3 April 2021, Kementerian Kominfo telah memblokir konten radikalisme terorisme 20.453 konten yang tersebar di situs internet, serta beragam platform media sosial,” kata Jhonny.

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA