spot_img
spot_img

Polemik Blok Ambalat Memanas Lagi: 43 Kali Negosiasi, Malaysia Tetap Pakai Nama Laut Sulawesi

Indeks News – Polemik Blok Ambalat di perairan timur Kalimantan kembali mencuat setelah Pemerintah Malaysia menyebut wilayah tersebut sebagai Laut Sulawesi. Perubahan nama ini memicu reaksi publik karena kawasan kaya minyak dan gas itu masih menjadi obyek sengketa maritim Indonesia-Malaysia sejak 2005.

Ketegangan memanas setelah Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, saat kunjungan ke Sabah, menegaskan komitmen melindungi kedaulatan wilayah tersebut di tengah klaim laut dengan Indonesia.

“Kami akan menegosiasikannya dengan baik, tanpa menyerah. Kami akan melindungi setiap jengkal Sabah,” kata Anwar, Senin (4/8/2025).

Presiden RI Prabowo Subianto sebelumnya menyatakan kedua negara sepakat memulai kerja sama ekonomi di wilayah sengketa melalui skema joint development.

“Masalah Ambalat, sambil menyelesaikan hukum, kita akan bersama-sama mengeksploitasi sumber daya laut,” ujarnya, 27 Juni 2025.

Namun, Malaysia tetap menggunakan istilah ND6 dan ND7, sedangkan Indonesia mempertahankan nama Blok Ambalat.

Sikap Malaysia

Menteri Luar Negeri Malaysia Mohamad Hasan menegaskan pihaknya tidak mengakui istilah Laut Ambalat dan hanya menggunakan Laut Sulawesi sesuai Peta Baru Malaysia 1979. Klaim Malaysia, kata Hasan, didukung hukum internasional dan putusan Mahkamah Internasional (ICJ) 2002 terkait Pulau Sipadan dan Ligitan.

Ia menyebut pembahasan joint development masih tahap awal melalui jalur diplomatik, hukum, dan teknis. Hasan juga mengingatkan perbedaan istilah dapat dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang pemilu.

“Hubungan kita dengan Indonesia sangat baik—98 persen positif. Jangan sampai 2 persen masalah ini membuat kita berkonflik. Kita tidak mau sampai berperang,” tegasnya.

Sikap Indonesia

Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Abdul Kadir Jaelani, menegaskan penyelesaian sengketa akan ditempuh secara damai sesuai prinsip ASEAN. “Perundingan sudah mencapai 43 putaran sejak 2005 dan masih berlangsung,” ujarnya, Jumat (8/8/2025).

Pengamat militer ISESS, Khairul Fahmi, menambahkan patroli TNI AL di Blok Ambalat adalah prosedur standar pertahanan dan bukan bentuk agresi terhadap Malaysia. Ia menilai keberadaan militer di wilayah sengketa adalah simbol eksistensi negara, namun harus tetap selaras dengan jalur diplomasi untuk mencegah eskalasi.

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses