Indeks News – Armada bus PO Haryanto, salah satu perusahaan otobus besar asal Kudus. Sejak 16 Agustus 2025, resmi tidak lagi memutar musik maupun lagu. Padahal perjalanan jauh dengan bus biasanya identik dengan lantunan musik, suara penyanyi lawas hingga hits terbaru, yang menemani penumpang melewati jalan panjang dari satu kota ke kota lain. Namun, kini musik mendadak hilang di perjalanan.
Keputusan tersebut bukan tanpa alasan. Operator bus PO Haryanto, Kustiono, menyampaikan bahwa manajemen pusat di Jakarta telah mengeluarkan surat edaran resmi. Isinya jelas: seluruh kru dilarang memutar musik dari sumber apa pun, baik YouTube, USB, maupun media lainnya. Bahkan, televisi di dalam bus ikut dimatikan.
“Untuk sementara, semua kru bus kami minta tidak memutar lagu selama perjalanan. Bahkan televisi di dalam bus juga dimatikan demi menghindari pengenaan tarif royalti,” kata Kustiono, Selasa (19/8).
Perjalanan Jadi Sunyi

Sejak aturan itu berlaku dua hari lalu, perjalanan penumpang bus PO Haryanto berubah drastis. Tak ada lagi lantunan musik dangdut koplo, pop nostalgia, atau bahkan tayangan hiburan di televisi kabin. Hanya suara deru mesin dan roda yang menemani perjalanan panjang.
Bagi sebagian penumpang, perubahan ini tentu mengurangi kenyamanan. Musik yang biasanya menjadi penghilang penat kini tak lagi terdengar. Namun, bagi perusahaan, kebijakan itu terpaksa diambil agar tidak terbebani biaya royalti lagu sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Kebijakan penghentian musik ini datang di tengah kondisi perusahaan yang juga sedang berat. Menurut Kustiono, jumlah penumpang PO Haryanto sudah menurun drastis sejak sebelum Pemilu 2024.
“Dulu per bulan bisa melayani hingga 100 ribu penumpang, dengan jumlah penumpang setiap harinya bisa 2.000-an orang. Sekarang hanya sekitar 60 ribuan penumpang per bulan,” jelasnya.
Penurunan mencapai 30 persen ini membuat perusahaan semakin hati-hati dalam mengambil keputusan bisnis. Bahkan, rencana peremajaan bus yang sebelumnya rutin dilakukan, kini harus ditunda.
Tahun 2024 lalu, manajemen masih sempat menambah 20 unit bus baru untuk rute Muria, Madura, Solo, Pemalang, Jakarta, dan Pekalongan. Namun, kini langkah itu ditahan karena kondisi ekonomi yang lesu dan penurunan jumlah penumpang yang terus terjadi.
Dari total 200-an unit armada yang dimiliki, hanya sekitar 150 bus yang saat ini masih aktif beroperasi.
Royalti Musik: Kewajiban yang Mengikat
Aturan tentang kewajiban pembayaran royalti bagi penggunaan lagu di ruang publik bukan hal baru. Landasan hukumnya ada dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Dalam aturan itu disebutkan, setiap orang atau badan usaha yang menggunakan lagu untuk kepentingan komersial, termasuk hiburan di transportasi umum, wajib membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait.
Karena itu, keputusan PO Hariyanto menghentikan pemutaran musik bisa dipahami. Meski membuat suasana bus menjadi sunyi, langkah ini dianggap lebih aman sembari menunggu kejelasan teknis soal pembayaran royalti di sektor transportasi umum.
PO Haryanto Bertahan di Tengah Tekanan
Bagi PO Haryanto, perjalanan bisnis kini tidak kalah berat dibandingkan perjalanan panjang bus mereka di jalan raya. Di satu sisi, mereka harus mematuhi aturan hukum. Di sisi lain, mereka juga berjuang mempertahankan jumlah penumpang yang terus merosot.
“Kalau kondisi ekonomi membaik, kami berencana melakukan peremajaan armada lagi seperti dulu. Saat ini, manajemen memilih strategi bertahan,” ujar Kustiono penuh harap.
Di tengah sunyinya perjalanan tanpa musik, kisah PO Hariyanto menjadi gambaran nyata bagaimana dunia transportasi darat harus beradaptasi dengan tantangan zaman: aturan baru, biaya operasional tinggi, dan jumlah penumpang yang menurun.




