Sosok dr Djaja Surya Atmadja kini tengah jadi perbincangan setelah film dokumenter Ice Cold Netflix viral. Karena, ia mengaku tak menemukan sianida di tubuh Mirna.
Kiprahnya mentereng, dr Djaja Surya Atmadja langsung jadi sorotan, karena dia juga merupakan dokter forensik DNA pertama di Indonesia.
Kasus kopi sianida Mirna Salihin belakangan ini kembali menjadi perbincangna publik. Karena dengan munculnya film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffe and Jessica Wongso dirlis di Netflix, muncul kejanggalan dalam kematian Wayan Mirna Salihin.
Sebagian netizen ragu dengan penyebab kematian Wayan Mirna Salihin, apakah benar karena sianida?
Siapakah sosok dr Djaja Surya Atmadja?
Inilah biodata dr Djaja Surya Atmadja, dokter sakaligus ahli forensik yang meyakini bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.
dr Djaja Surya Atmadja bukan sembarangan dokter. Selain dokter dan ahli patologi forensik, dr Djaja adalah dosen senior di Departemen Kedokteran Forensik dan Medico-legal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Bukan hanya itu, dr Djaja adalah dokter forensik DNA pertama di Indoneisa.
Pada kasus kopi sianida, dr Djaja adalah satu di antara dokter yang menangani jenazah Mirna dan juga menjadi saksi ahli dari pihak Jessica Wongso.
Pada kasus Jessica Wongso, dr Djaja menyebut bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.
Pendapat atas keahliannya ini sudah ia kemukakan sejak 2016 silam.
Kini, setelah film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso tayang, dr Djaja kembali jadi sorotan dan tampil di YouTube dr Richard Lee.
Di acara itu, dr Djaja kembali menegaskan bahwa Mirna Salihin bukan tewas karena sianida.
“Waktu itu dibuka perutnya doang, diambil isi lambungnya, ambil jaringan hatinya, ambil darah, ambil urine. Yang pertama dikirim ke Puslabfor, hasilnya sianida negatif. Tadi yang diambil darah, hati, isi lambung, urine, semuanya negatif sianida, kecuali di lambung. Di lambung ketemu sianida 0,2 mg/liter,” ungkap dr Djaja.
Dokter Djaja Surya Atmadja kemudian mempertanyakan asal usul sianida tersebut.
Ia juga menyebut 0,2 mg/liter sianida merupakan kadar yang kecil, yang bisa saja berasal dari pembusukan.
“0,2 itu kecil banget dan logikanya kalau dia ada sianida, besar kemudian jadi kecil itu masuk akal.
Tapi kalau tidak ada kemudian jadi ada, itu kan tanda tanya, dari mana?
Bisa juga karena pembusukan, pembusukan bisa menghasilkan sianida walaupun kecil,” lanjutnya.
Dokter Djaja turut menjelaskan mekanisme sianida jika masuk ke dalam tubuh. Salah satu tandanya adalah adanya Tiosianat di dalam hati, darah, hingga urine. Namun hal itu tidak ditemukan dalam tubuh Mirna.
“Sianida itu bisa bikin orang mati kalau dia udah masuk ke darah. Nah dari lambung, pembuluh darah masuknya ke hati kan, nah di hati itu tubuh kita punya mekanisme detoksifikasi.
Dirubahlah CN- ditambah S dari Tiosianat di badan kita menjadi CNS, CNS itu Tiosianat Maka salah satu tanda bahwa dia udah kemasukan sianida adalah ada Tiosianat di dalam hati, darah, urine, kalau diperiksa di liur ada.
Dan itu (kasus Mirna) tidak ada,” jelas dr Djaja.
“Itu tidak ada? Berarti bukan karena sianida dong,” sahut dr Richard kaget.
Biodata dr Djaja Surya Atmadja
dr Djaja Surya Atmadja lahir di Jakarta, 19 Mei 1960.
Ia adalah seorang Dokter dan Ahli Patologi Forensik dan dosen senior di Departemen Kedokteran Forensik dan Medico-legal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Dikutip dari halaman Linkdn miliknya, sebagai Ahli Patologi Forensik, dr Djaja terlibat dalam berbagai investigasi kematian mediko-legal, termasuk investigasi pembunuhan serta kematian di tempat kerja dan kematian dalam lingkungan perawatan medis dan perawatan kesehatan.
Sebagai Penyelidik Forensik Klinis, ia juga terlibat dalam berbagai penyelidikan forensik klinis, termasuk masalah kriminal seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan penelantaran anak, pemerkosaan dan penyerangan seksual, pembunuhan tidak disengaja, penyelidikan malpraktik, dan kasus asuransi.
Ia telah menghabiskan waktu 3 dekade untuk menekuni dunia akademik dan penelitian.
Berikut capaiannya :
- Gelar lanjutan dalam ilmu kedokteran (MD) dan ahli patologi forensik (Forensic Pathologist) dari Universitas Indonesia (Indonesia)
- Ph.D dalam bidang aplikasi DNA (biologi molekuler) dalam kedokteran forensik dari Kobe University School of Medicine (Jepang)
- gelar sarjana hukum ( Judicial Doctor) dari Universitas Indonesia (Indonesia) dan Diplome in Forensic Medicine (DFM) dari National School of Public Health, Utrecht (Belanda).
- Keterampilan dan kompetensi di bidang pendidikan dan penelitian kedokteran khususnya di bidang Patologi, Antropologi, Pembalseman dan DNA
- Keterampilan dan kompetensi di bidang konsultasi mediko-legal dan hukum kesehatan/kedokteran
- Keterampilan dan kompetensi di bidang pengawetan jenazah khususnya estetika
- Mengikuti pelatihan Patologi Neuro Forensik dan polimorfisme DNA di Kobe University School of Medicine, Kobe, Jepang 1989-1990
- Mengikuti pelatihan database DNA di laboratorium DNA Biro Investigasi Kementerian Kehakiman, Taipei, Taiwan (Republik Tiongkok) 2005 dan 2006,
- Bersama bersama dr Evi Untoro membangun database DNA penduduk Indonesia CODIS 13 (Kedokteran Hukum 2009; 9: S203-5)
Keahlian:
- Pendidikan dan penelitian kedokteran
- Patologi Forensik
- Antropologi Forensik
- Kedokteran Forensik Klinik
- Biologi Molekuler Forensik
- Kesehatan/Hukum Kedokteran