spot_img
spot_img

Fakta Mengejutkan! Lonjakan PBB di Cirebon, Naik Hingga 4 Kali Lipat Bikin Warga Resah

Indeks News – Suasana resah menyelimuti warga Kota Cirebon setelah tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) mengalami lonjakan signifikan pada 2024. Bagi sebagian besar wajib pajak, angka ini bukan sekadar beban nominal, melainkan ancaman serius terhadap rasa keadilan dan kepastian hukum.

Seorang wajib pajak yang meminta identitasnya dirahasiakan, menceritakan pengalamannya dengan suara berat. Pada 2023, ia membayar PBB sebesar Rp93,9 juta untuk tanah seluas 10.000 meter persegi dengan bangunan mencapai 625.000 meter persegi. Namun, pada 2024, jumlah itu tiba-tiba meroket menjadi Rp369,3 juta.

“Ini lonjakan yang sama sekali tidak rasional. Kami tidak mendapat penjelasan transparan dari pemerintah mengenai dasar perhitungan baru ini,” ujarnya, Senin (18/8/2025).

Pernyataan itu menggambarkan rasa kecewa sekaligus cemas. Bagi warga yang memiliki aset besar, kenaikan PBB ini bukan sekadar persoalan angka, melainkan menyangkut kepastian hidup dan masa depan keluarga.

Kenaikan drastis ini berawal dari penerapan Peraturan Daerah Kota Cirebon Nomor 1 Tahun 2024, yang mengatur mekanisme baru dalam penetapan PBB-P2. Sejak aturan ini berlaku, sejumlah warga melaporkan lonjakan beban pajak hingga ratusan persen. Bahkan ada yang menuding kenaikan mencapai 1.000 persen.

Meski begitu, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, membantah angka yang dianggap terlalu ekstrem tersebut. Menurutnya, data yang beredar di masyarakat tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya.

“Kalau memang ada kenaikan, nilainya tidak sampai segitu. Kami sudah membicarakan ini di internal, dan akan melakukan kajian ulang. Mudah-mudahan hasilnya nanti sesuai harapan masyarakat,” ujarnya, Jumat (15/8/2025).

Pemkot Cirebon Janji Akan Evaluasi Menyeluruh

Effendi menegaskan, pemerintah kota memahami keresahan warga. Namun, proses evaluasi tarif PBB tidak bisa dilakukan secara instan. Kajian harus menyeluruh, termasuk mempertimbangkan dampak ekonomi dan kemungkinan revisi regulasi.

“Kalau hanya melihat dari satu sisi, baik itu sisi penerimaan daerah atau beban masyarakat, kebijakan akan timpang. Kami harus mempertahankan keseimbangan,” tegasnya.

Meski sudah berjanji akan menurunkan tarif, hingga kini Pemkot belum menentukan kapan kebijakan baru itu mulai berlaku. Effendi hanya memastikan proses evaluasi dipercepat, namun tetap sesuai prosedur hukum.

Di tengah ketidakpastian, warga mulai mengorganisir forum diskusi untuk menuntut klarifikasi. Bagi mereka, transparansi adalah kunci. Lonjakan pajak yang dianggap tidak masuk akal telah menambah daftar panjang persoalan fiskal yang memicu keresahan publik.

“Bagi kami, ini bukan hanya soal nominal, tetapi juga soal prinsip keadilan,” ujar salah satu warga yang turut menyoroti masalah ini.

Dilema terbesar yang dihadapi Pemkot adalah mencari titik tengah. Di satu sisi, pemerintah membutuhkan pemasukan untuk pembangunan kota. Di sisi lain, masyarakat menuntut keadilan agar kebijakan fiskal tidak memberatkan mereka.

Hingga kini, semua mata tertuju pada hasil kajian ulang yang dijanjikan Pemkot. Masyarakat berharap pemerintah benar-benar mendengarkan suara mereka, bukan sekadar janji yang tertunda tanpa kepastian.

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses