Indeks News – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi meningkatkan kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 ke tahap penyidikan. Langkah ini ditandai dengan penerbitan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum pada Kamis, 7 Agustus 2025.
KPK menyatakan calon tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 adalah pihak yang diduga memberi perintah dan menerima aliran dana dalam kasus ini.
Kasus ini bermula dari tambahan kuota haji yang diberikan kepada Kementerian Agama pada 2024. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jemaah seharusnya diatur sebagai berikut:
- 92% atau 18.400 kuota untuk jemaah haji reguler
- 8% atau 1.600 kuota untuk jemaah haji khusus
Namun, temuan KPK menunjukkan adanya penyimpangan. Kuota tersebut justru dibagi rata: 10.000 untuk reguler dan 10.000 untuk khusus.
Menurut KPK, keputusan ini menguntungkan secara finansial, karena biaya haji khusus jauh lebih mahal dibanding reguler. Perbedaan ini berpotensi menghasilkan pendapatan tambahan bernilai besar.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep, mengatakan pihaknya tengah mengusut siapa yang memerintahkan pembagian kuota tidak sesuai aturan serta pihak yang menerima aliran dana dari praktik tersebut.
“Masih dibutuhkan keterangan beberapa pihak serta bukti lain sebelum menetapkan tersangka,” ujar Asep, Sabtu dini hari, 9 Agustus 2025.
Pemeriksaan Mantan Menteri Agama
KPK telah memeriksa mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, pada Kamis, 7 Agustus 2025. Pemeriksaan berlangsung selama lima jam di Gedung Merah Putih KPK.
Yaqut tiba pukul 09.30 WIB dan keluar pada 14.18 WIB didampingi juru bicaranya, Anna Hasbie. Saat ditanya wartawan mengenai dugaan keterlibatan mantan Presiden Jokowi dalam penambahan kuota, Yaqut memilih bungkam.
“Saya tidak akan menyampaikan, mohon maaf,” katanya singkat.
Pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
Pasal-pasal ini mengatur ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana korupsi, termasuk yang dilakukan secara bersama-sama.




