Iklan
Iklan

Isu Kapolres Wajib Setor Keatasan Terbongkar di Sumsel, Polri Kembali Tercemar

- Advertisement -
Isu yang selama ini berkembang di tengah masyarakat bahwa Kapolres wajib setor keatasan sulit untuk dibuktikan. Namun, isu tersebut sudah cukup lama menjadi konsumsi publik.

Kini, fakta bahwa Kapolres wajib setor keatasan dibongkar oleh mantan Kapolres Ogan Komering Ulu (OKU) Timur AKBP Dalizon.

AKBP Dalizon membeberkan fakta itu dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu kemarin. Dalizon yang kini menyandang status terdakwa kasus suap atau fee, mengaku adanya aliran dana hingga ratusan juta yang wajib disetorkan setiap bulannya ke atasan mantan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sulsel Kombes Anton Setiawan.

“Dua bulan pertama saya wajib setor Rp300 juta ke Pak Dir. Bulan-bulan setelahnya, saya setor Rp500 juta sampai jadi Kapolres. Itu jatuh temponya setiap tanggal lima,” ujar Dalizon di persidangan.

Pengakuan tersebut sontak mendapat reaksi dari majelis hakim yang diketuai Mangapul Manal.

Sebelumnya, Dalizon dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres OKU karena tersandung kasus korupsi yang menyeret anak mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin, Dodi Reza.

Kini kasus tersebut jadi sorotan Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso. Oleh IPW, Kabareskrim dituding lindungi Kombes Anton Setiawan yang diduga menerima gratifikasi dari eks Kapolres OKU Timur, AKBP Dalizon senilai Rp 4,7 miliar.

Saat kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019, Kombes Anton Setiawan menjabat sebagai Dirkrimsus Polda Sumatera Selatan.

Tapi kini Kombes Anton Setiawan kini diketahui bertugas di Bareskrim Polri. Sedangkan pada kasus ini, mantan Kapolres OKU Timur AKBP Dalizon sudah berstatus terdakwa.

Dalam persidangan AKBP Dalizon mengakui menjadi ATM berjalan karena wajib menyetorkan uang ratusan juta kepada Kombes Anton Setiawan selaku atasannya kala itu.

“Sementara atasannya yakni Kombes Anton Setiawan dilindungi dan ditutup rapat oleh Bareskrim Polri agar tidak tersentuh hukum. Padahal, dalam kasus tersebut jelas ada persekongkolan jahat yang tidak hanya melibatkan AKBP Dalizon,” ungkap Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.

Dugaan itu merajuk lantaran dalam persidangan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sendiri, Kombes Anton Setiawan tidak pernah hadir untuk diperiksa.

“Hal ini sangat jelas terlihat karena penanganan perkara tersebut diambil alih oleh Bareskrim Polri. Artinya, dalam melakukan penyidikan, para penyidik dan pimpinan di Bareskrim tahu kalau nama Kombes Anton Setiawan muncul dalam pemeriksaan. Namun keterlibatannya diabaikan dan tidak dijadikan tersangka,” ujar Sugeng.

Padahal, kata Sugeng, kalau ditelusuri secara materiil dengan apa yang diungkap dalam dakwaan Jaksa penuntun umum, aliran dana gratifikasi diduga juga mengalir ke Kombes Anton Setiawan.

Pasalnya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), uang yang mengalir ke AKBP Dalizon sebesar Rp 10 miliar untuk menutup kasus di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin itu, mengalir ke Kombes Anton Setiawan sebesar Rp 4,750 miliar yang saat itu menjabat Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel.

Dalam dakwaan JPU, dari Rp 10 miliar itu, Rp 4,750 miliar diberikan AKBP Dalizon kepada Kombes Anton Setiawan secara bertahap. Lalu, Rp 5,250 miliar digunakan AKBP Dalizon untuk tambahan membeli rumah senilai Rp 1,5 miliar.

Selain itu, tukar tambah mobil Rp 300 juta, membeli 1 unit mobil sedan Honda Civic Rp 400 juta, termasuk tabungan dan deposito rekening istri terdakwa senilai Rp 1,4 miliar.

“Bahkan, dalam persidangan Rabu 7 September 2022, AKBP Dalizon mengaku setiap bulan menyetor Rp 500 juta kepada Kombes Anton Setiawan. Pengakuan Dalizon ini menjadi viral di media sosial,” ungkap Sugeng.

“Benang merah itu sangat terlihat jelas bahwa korupsi yang terjadi bukan hanya melibatkan AKBP Dalizon saja. Apakah Bareskrim memang sengaja melindungi koruptor di kandangnya sendiri. Pasalnya, Anton Setiawan setelah dimutasi dari Dirkrimsus Polda Sumsel bertugas di Ditipidter Bareskrim Polri,” tegas Ketua IPW.

Yang menjadi sorotan, kata Sugeng, dalam penanganan kasus AKBP Dalizon ini, Bareskrim Polri tidak mengenakan Undang-Undang 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Akibatnya, Kombes Anton Setiawan menjadi tidak tersentuh oleh aliran uang dari AKBP Dalizon.

“IPW mendesak kepada Kabareskrim Komjen Agus Adrianto untuk bersih-bersih. Diawali dengan menuntaskan kasus gratifikasi dan pemerasan Proyek Pembangunan Infrastruktur Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 sampai menyentuh ke atasan dan bawahan AKBP Dalizon,” jelasnya.

Menurutnya, pimpinan Polri tidak boleh melindungi anggota Polri yang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Hal ini untuk mewujudkan institusi Polri bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA