Iklan
Iklan

Ivermectin Sudah Lalui 24 Kali Uji Klinis untuk Obat Covid-19 di 16 Negara

- Advertisement -
Hasil studi meta-analisis terhadap 24 uji klinis acak dari penggunaan obat ivermectin untuk Covid-19 telah dipublikasikan Oxford University Press mewakili Infectious Diseases Society of America pada Selasa, 6 Juli 2021.

Disebutkan bahwa ivermectin mungkin efektif hingga 56 persen mencegah kematian, namun masih membutuhkan uji dalam skala besar untuk memastikannya karena sejumlah bias.

Seluruh 24 uji klinis acak dari 16 negara tersebut, jika ditotal, melibatkan 3.328 partisipan. Setiap sampel atau uji berkisar 24-400 partisipan.

Dari 24 uji klinis itu, sebanyak delapan di antaranya dipublikasikan, sembilan yang hanya sampai makalah pre-print, enam tidak dipublikasikan, dan satu ada dalam situs web yang harus registrasi.

Kajian sistematis dan meta-analisis terhadap ke-24 uji klinis acak itu dilakukan International Ivermectin Project Team dalam serangkaian pertemuan dari Desember 2020 hingga Mei 2021.

Hasilnya menunjukkan pemberian ivermectin mengurangi penanda peradangan, mendapatkan pembersihan virus lebih cepat dan memperbaiki harapan hidup dibandingkan tanpa pemberian obat antiparasit cacing itu.

Efek ivermectin untuk pembersihan virus disebutkan lebih kuat dengan penggunaan dosis yang semakin besar dan lama perawatan yang semakin panjang. Dievaluasi dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR), efek-efek itu terlihat di uji klinis acak di sejumlah negara yang berbeda.

Dari 24 uji klinis tersebut, studi ini menelaah kisaran penggunaan dosis ivermectin yang cukup lebar, dari 0,2 mg/kilogram bobot tubuh selama sehari sampai 0,6 mg/kg selama lima hari. Kisaran dosis yang lebar ini memungkinkan sebuah estimasi pembersihan virus yang bergantung jumlah dosis tapi mengurangi jumlah pasien yang secara konsisten mendapatkan jumlah dosis yang sama dalam periode yang sama.

Dosis paling efektif ivermectin belum jelas benar dan sebuah uji klinis terbaru sedang mengavaluasi dosis yang lebih besar, sampai 1,2 mg/kg bobot tubuh selama lima hari.

Adapun efektivitas 56 persen mencegah kematian berdasarkan pada total 128 kasus meninggal dalam 11 uji klinis yang berbeda. Angkanya lebih kecil daripada dalam studi RECOVERY, yakni 1.592 kematian, saat tim peneliti meloloskan dexamethasone sebagai obat Covid-19. Meski begitu, efektivitas 56 persen itu lebih kuat daripada uji klinis obat lain yang digunakan untuk mengobati Covid-19 dengan ukuran sampel yang sama.

Tapi, itu pun belum menjamin. Tim peneliti yang dipimpin Andrew Hill, doktor dari Department of Pharmacology and Therapeutics, University of Liverpool, Inggris, mengingatkan kalau ada sejumlah uji obat lainnya yang menunjukkan hasil menjanjikan di awal, untuk jumlah sampel yang lebih kecil, tapi efektivitas yang sama tak muncul dalam studi dengan sampel yang lebih besar. Hill menyebutkan contohnya, sofosbuvir/daclatasvir, colchicine dan remdesivir.

Itu sebabnya tim peneliti merekomendasikan upaya validasi efektivitas 56 persen untuk ivermectin itu lewat uji klinis acak dengan sampel yang lebih besar. Uji ini sedang berjalan melibatkan 5 ribu responden sekaligus di Spanyol, Amerika Selatan, Afrika dan Amerika Utara dan diharapkan rampung pada musim panas tahun ini juga.

“Tingkat kematian yang muncul dari studi ivermectin dengan sampel lebih banyak akan membutuhkan evaluasi hati-hati dan mungkin mengubah kesimpulan dari analisis sekarang,” bunyi hasil studi Hill dkk.

Selain beravariasinya jumlah dosis yang diberikan, meta-analisis studi yang sekarang juga dibatasi oleh perbandingan durasi uji klinis yang berbeda-beda. Standar perawatan yang dijadikan perlakuan kontrol dalam setiap uji juga tak sama satu sama lain.

Ada yang menggunakan hydroxychloroquine atau lopinavir/ritonavir dikombinasikan dengan plasebo sebagai alat kontrol. Sebagai catatan, lopinavir/ritonavir dan hydroxychloroquine telah menunjukkan tidak ada manfaat ataupun bahaya dalam uji klinis acak skala besar.

Belum lagi, tiga uji klinis diketahui menambahkan doxycycline ke pemberian ivermectin. Lalu, kebanyakan studi dilakukan dalam populasi dengan infeksi ringan atau sedang dan beberapa uji mengecualikan pasien dengan multikomorbid.

Untuk sebuah studi label terbuka, tim peneliti menyadari risiko bias dalam evaluasi pengukuran parameter yang subyektif seperti pemulihan dan bebas dari rumah sakit. Namun, risiko untuk pengukuran parameter obyektif seperti pembersihan virus dan kemampuan pasien bertahan hidup dinilai lebih rendah.

“Kami telah mencoba mengendalikan publikasi bias dengan menghubungi setiap tim riset pelaku uji klinis secara langsung,” kata tim peneliti 24 uji klinis ivermectin tersebut.

Source: tempo

Trending Topic

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA