Pemerintah India membantah hasil studi Pusat Pengembangan Global yang berbasis di Amerika Serikat (AS) yang menyebut pandemi COVID-19 telah menyebabkan kelebihan kematian di India mencapai angka 4 juta.
Menurut pemerintah India, hasil studi tersebut “mengasumsikan bahwa kemungkinan setiap orang yang terinfeksi meninggal adalah sama di seluruh negara”.
Studi itu juga disebut mengabaikan “faktor-faktor seperti ras, etnis, konstitusi genomik suatu populasi, tingkat paparan sebelumnya terhadap penyakit lain dan kekebalan terkait yang dikembangkan pada populasi itu”.
Pemerintah India menyatakan bahwa mengasumsikan semua kelebihan kematian berasal dari COVID-19 “tidak didasarkan pada fakta dan sepenuhnya keliru”.
Lebih lanjut, India disebut telah memiliki “strategi pelacakan kontak menyeluruh” dan “ketersediaan luas” laboratorium pengujian. Meski mengaku ada beberapa kasus COVID-19 yang mungkin tak terdeteksi, pemerintah India menyatakan tidak mungkin pihaknya melewatkan kasus kematian.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan India disebut “hanya mengumpulkan dan menerbitkan data yang dikirim oleh pemerintah negara bagian”.
Pihak Kemenkes juga disebut telah “berulang kali menasihati” negara bagian tentang pencatatan kematian dengan benar.
Pernyataan tersebut memungkinkan otoritas lokal untuk disalahkan terkait kesalahan kasus kematian yang ada. Negara-negara bagian yang sudah kewalahan menghadapi lonjakan kasus pada bulan April dan Mei kini “disarankan untuk melakukan audit menyeluruh yang bisa saja terlewatkan”.
Beberapa negara bagian dilaporkan telah memperbarui angka mereka belakangan ini. Negara bagian Maharashtra yang terdampak COVID-19 paling parah di India misalnya, menambah angka kematiannya sekitar 15 ribu kasus. Sedangkan Bihar menambahkan 4 ribu kasus dan Madhya Pradesh menambahkan 1.500 kasus.
Meski sulit untuk memastikan berapa banyak dari kematian tersbeut yang disebabkan oleh COVID-19, namun itu adalah ukuran dari dampak pandemi secara keseluruhan. Sejauh ini, India resmi mencatat 419 ribu kasus kematian akibat COVID-19.