spot_img
spot_img

Tragedi Prajurit Israel di Gaza: Kisah Pilu Eliran Mizrahi, Ayah 4 Anak Akhiri Hidupnya

Indeks News — Eliran Mizrahi (40), prajurit Israel, ditemukan tewas bunuh diri pada Juni 2024, dua hari sebelum kembali bertugas di Gaza. Ia telah mengabdi 187 hari di garis depan sejak 8 Oktober 2023.

Eliran pernah terluka lutut akibat serangan granat berpeluncur roket (RPG) terhadap buldosernya. Setelah itu, prajurit Israel ini ditarik keluar dari medan perang, namun luka batin yang dibawa pulang jauh lebih dalam.

Ibunya, Jenny, mengenang Eliran sebagai ayah empat anak yang penuh kasih dan selalu ceria. Kini, kamar masa kecilnya diubah menjadi “kuil” kenangan, lengkap dengan rompi tempur berdebu pasir Gaza dan topi yang dipakainya saat meninggal.

“Dia tak pernah meninggalkan Gaza dalam pikirannya,” ujar Jenny, dikutip Sky News, Minggu (10/8/2025).

Menurut Jenny, Eliran Mizrahi kembali dari perang sebagai pribadi berbeda. Ia sulit tidur, dihantui mimpi buruk, menjadi pendiam, dan cepat marah, bahkan kepada anak-anaknya. Meski sering ditanya, ia selalu menjawab, “Semua baik-baik saja.”

Awal tugasnya sebagai prajurit Israel dimulai dari membersihkan jenazah korban serangan Hamas di Festival Nova, 7 Oktober 2023. Keesokan harinya, ia dikirim ke Gaza sebagai komandan unit buldoser D9 untuk menghancurkan bangunan dan terowongan.

Rekan sesama operator D9, Guy Zaken, mengaku kepada parlemen bahwa mereka sering ditembaki dan melindas ratusan jenazah. Meski begitu, mereka sempat merekam video bernyanyi untuk keluarga, beberapa diunggah Eliran ke media sosial.

Laporan PBB menyebut lebih dari 90% rumah di Gaza rusak atau hancur akibat operasi militer Israel. Pakar HAM memperingatkan potensi kejahatan perang.

Eliran didiagnosis menderita gangguan stres pascatrauma (PTSD). “Apa yang ia lihat di Gaza melukai jiwanya. Semua mayat dan darah itu menyakitkan batin,” ujar Jenny.

Data media Israel mencatat 18 tentara bunuh diri sepanjang 2024. Ribuan lainnya mengalami PTSD, dan semakin banyak prajurit cadangan diam-diam menolak kembali ke medan perang.

IDF (Pasukan Pertahanan Israel) mengklaim kesehatan mental personel menjadi prioritas, dengan petugas psikolog ditempatkan di seluruh unit.

Letnan Kolonel Tuly Flint, pekerja sosial klinis sekaligus perwira cadangan, sempat memberi dukungan psikologis di Gaza, namun mundur setelah menyaksikan penderitaan warga sipil Palestina.

“Pada awal perang, kami hanya melihat PTSD terkait pembantaian Hamas. Tapi sejak bulan kedua, tentara mulai menceritakan mayat anak-anak, orang tua, dan perempuan yang mereka lihat,” kata Tuly.

GoogleNews

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses