Ingin Urus KTP, Wanita di Bandung Diminta Berhubungan Badan.
Perempuan di Kabupaten Bandung berusia 33 tahun menjadi korban pelecehan seksual ketika ingin urus KTP hingga akta kelahiran di Kantor Desa Banyusari. Pelaku pelecehan diduga adalah oleh seorang oknum pegawai kantor desa yang berinisial R.
Ditemui di Polresta Bandung, korban bercerita soal peristiwa yang dialaminya. Korban mengatakan bahwa peristiwa itu bermula ketika dirinya hendak mengurusi akta kelahiran anaknya, kartu keluarga, dan KTP milik sepupunya.
Setibanya di kantor desa, korban bertemu dengan pelaku dan bertanya soal biaya mengurusi dokumen. Korban lalu diberi tahu bahwa biaya untuk mengurusi dokumen adalah senilai Rp 1 juta. Korban pun menyetujui harga yang dipatok oleh pelaku.
“Kami sudah bernegosiasi, berapa harga, terus dia bilang seharga Rp 1 juta, nah itu oke selesaikan dengan nominal segitu dan saya sanggup,” kata dia, dikutip dari kumparan, pada Kamis (22/6).
Selang beberapa hari kemudian, korban kembali lagi datang ke kantor desa untuk bertemu dengan pelaku menanyakan kelanjutan pengurusan dokumen. Ketika itu, pelaku memberi tahu bahwa nominal senilai Rp 1 juta tak cukup untuk mengurusi dokumen.
Namun demikian, pelaku memberikan opsi pada korban bahwa dokumen KTP masih tetap bisa diurus asalkan korban bersedia untuk berhubungan badan.
“Ternyata nominal Rp 1 juta itu enggak bisa diselesaikan juga, yang beralih dia langsung ngomong katanya ‘Itu semua bisa saya urus asal kamu mau berhubungan badan dengan saya’,” ucap dia.
Korban mengaku terkejut atas pernyataan pelaku yang mengajak untuk berhubungan badan. Sebab, selama ini, korban terbilang jarang bertegur sapa dengan pelaku meski tinggal di RT yang sama. Dia pun berharap dapat memperoleh keadilan dari aparat penegak hukum atas peristiwa yang dialaminya.
“Saya minta keadilan aja sih, soalnya sekarang saya sudah terjadi kan, dia mengancam anak saya, saya juga diancam dan mengancam juga dokumen yang saya ajukan, dia mengancam tidak akan menyelesaikan semuanya,” kata dia.
Hal senada dikatakan pengacara korban, Poppy Sitorus. Dia memastikan pihaknya sepakat untuk memproses kasus tersebut meskipun pelaku sudah berulangkali meminta untuk bertemu dengan kliennya diduga untuk meminta damai.
Terhadap pelaku, Poppy mengatakan pihak kuasa hukum mengenakan UU Nomor 12 Tahun 2022 dan ITE. Menurut dia, ITE dimasukkan karena korban menerima ancaman dari pelaku.
“Klien saya sempat dicari, tapi klien saya menghindar, jadi kita tetap proses jalan aja,” ujar Poppy.