Kasus dugaan pelecehan seksual terjadi di kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Kasus tersebut terungkap dari aksi mahasiswa yang digelar pada Rabu (23/11) dan Kamis (24/11).
Dalam aksi yang merangkum 17 tuntutan itu, Menteri Advokasi Hukum dan HAM Dema UIN IB, Ulva Salsabilah menyebut tindakan pelecehan itu dialami oleh 3 mahasiswa.
Adapun pelaku pelecehan adalah dosen dari salah satu jurusan yang ada di kampus islami tersebut.
“Hingga saat ini baru ada tiga orang, belum termasuk yang hanya mengadu-ngadu tanpa ada bukti,” katanya saat aksi.
Ulva menyebutkan, bentuk pelecehan yang diterima mahasiswa mulai dari memegang tubuh, mengajak karaokean hingga berenang.
“Kesulitan bagi kami yang dilakukan terhadap mahasiswi tersebut tidak ada bukti. Itu yang sulit bagi kami,” kata dia.
Menanggapi isu ini, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang pun angkat bicara.
Advokat Publik LBH Padang, Decthree Ranti Putri menyebut bahwa dalam kasus ini UIN IB belum sepenuhnya menerapkan regulasi pencegahan pelecehan seksual.
Menurut dia, regulasi itu tertera Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Kemudian didukung oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ia menilai kasus ini menemukan kesulitan lantaran paradigma yang masih menganggap kejahatan seksual merupakan aib bagi korban.
“Lalu adanya relasi kuasa yang semakin melanggengkan kekerasan seksual terus terjadi,” katanya.
“Terlebih korban tidak mampu menghadirkan bukti otentik lainnya,” imbuhnya.
Kendati demikian, Decthree menilai hal tersebut tidak boleh dibiarkan saja. Sebab akan membuat predator seksual semakin meningkatkan eskalasi tindakannya.
“Bisa saja semula melakukan pelecehan seksual namun juga bisa meningkat ke pencabulan dan juga perkosaan,” ujarnya.
Terkait dengan itu, ia mendesak pihak kampus mesti pro aktif untuk melakukan investigasi dan pemantauan atas informasi yang disampaikan.
“Perlu disikapi segera dan bukan hanya menunggu laporan saja dari mahasiswa. Kampus bisa membuka kanal pengaduan agar mempermudah pelaporan.”
“Dengan catatan tetap menjaga kerahasiaan dan melindungi korban dari serangan balik pelaku,” lanjutnya kemudian.
Di sisi lain, LBH Padang sebut Decthree juga merekemondasikan agar pihak kampus melakukan proses etik pada pelaku.
Sebab penjatuhan sanksi secara internal kepada pelaku di kampus dapat menekan angka kekerasan seksual yang terjadi.
Selain itu, LBH juga mendesak agar kampus UIN IB segera berbenah membuat regulasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
“Sehingga dapat menjamin ruang aman bebas dari kekerasan seksual.”
“Ketidakberdayaan korban dalam pembuktian seharusnya tidak menjadi penghalang penegakan hukum kekerasan seksual di lingkup kampus,” jelasnya.
Menanggapi hal demikian, Wakil Rektor II UIN Imam Bonjol, Welhendri Azhar menyebut pihak kampus menunggu korban melapor dan memberikan bukti.
“Kalau ada kasus itu pihak kampus minta bukti, kalau tidak ada bukti nantinya akan jadi kasus pencemaran nama baik,” katanya.
Welhendri mengatakan jika ada mahasiswa merasa menjadi korban pelecahan seksual agar segera melapor dan pihak kampus akan melindungi korban tersebut.
“Pastinya nanti akan kami lindungi. Ini tidak ada bukti, kalau dosen tidak terbukti nanti kami yang bisa dipidanakan,” sambungnya.(Kay)