Papua Menuju Daerah Otonomi Baru akan Dimekarkan Menjadi 6 Provinsi

- Advertisement -
Rencana membentuk daerah otonomi baru (DOB) di Papua diungkapkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.

Otonomi baru yang akan diterapkan di Papua sepertinya akan segera terwujud hal itu ditandai dengan rencana pemekaran akan mulai dibahas dalam Rancangan Undang-undang (RUU) tahun 2022 ini. Dan provinsi baru Papua diharapkan sudah ada pada tahun 2023.

“(Tahun pemekaran) 2022 sudah diatur, sudah dibahas UU-nya. Mudah-mudahan 2023,” kata Tito seusai rapat bersama Wakil Presiden (Wapres) Maruf Amin, beberapa waktu lalu.

Sebelumnya, Wapres Maruf Amin pun mengatakan akan segera melakukan pemekaran untuk mempercepat pembangunan di Papua.

“Mungkin juga akan dipercepat mengenai pembangunan pemekaran wilayah di Papua. Supaya untuk mempercepat pembangunan,”ujarnya.

Terkait dengan rencana pemekaran di Papua ada aturan berbeda dari yang diberlakukan untuk daerah-daerah lainnya.

Hal ini sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106/2021 tentang Kewenangan Dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua.

Dalam hal ini pemekaran di Papua mendapatkan kekhususan yakni tanpa melalui daerah persiapan dan tak harus memenuhi syarat dasar maupun administratif sesuai dengan ketentuan pasal 93 PP No.106/2021.

Berikut 6 nama provinsi baru Papua yang diusulkan pemerintah pusat antara lain:

  • Papua Barat Daya,
  • Papua Barat,
  • Papua Tengah,
  • Pegunungan Tengah,
  • Papua Selatan,
  • Papua Tabi Saireri.

“Ini semua tergantung kemampuan keuangan kami kira dan juga hasil daripada revisi ini,” kata Tito dalam rapat dengan Panitia Khusus Revisi UU Otsus Papua pada Kamis, 8 April 2021 lalu.

Keenam Provinsi yang akan dibentuk tersebut dibagi menjadi beberapa kabupaten/kota, sebagai berikut:

Provinsi Papua Barat Daya terdiri dari 6 kabupaten/kota yaitu:

  • Raja Ampat,
  • Sorong,
  • Sorong Selatan,
  • Maybrat,
  • Tambrauw,
  • Kota Sorong

Provinsi Papua Barat dibagi menjadi 7 kabupaten/kota yaitu:

  • Manokwari,
  • Pengunungan Arfak,
  • Mankowari Barat,
  • Teluk Bintuni,
  • Teluk Wondama,
  • Fak Fak,
  • Kaimana.

Provinsi Papua Tengah dibagi menjadi 6 kabupaten/kota yaitu:

  • Paniyai,
  • Degiyai,
  • Dogiyai,
  • Intan Jaya,
  • Mimika,
  • Nabire.

Provinsi Pegunungan Tengah dibagi menjadi 9 kabupaten/kota yaitu:

  • Jayawijaya,
  • Yahukimo,
  • Yalimo,
  • Tolikara,
  • Lanny Jaya,
  • Membramo Tengah,
  • Nduga,
  • Puncak Jaya,
  • Puncak.

Provinsi Papua Selatan dibagi menjadi 5 kabupaten/kota yakni:

  • Merauke,
  • Asmat,
  • Mappi,
  • Bovendigoel,
  • Pegunungan Bintang.

Provinsi Papua Tabi Saireri akan terbagi menjadi 9 kabupaten/kota yakni:

  • Kota Jayapura,
  • Jayapura,
  • Keerom,
  • Sarmi,
  • Membramo Raya,
  • Waropen,
  • Kepulauan Yapen,
  • Biak Numfor,
  • Supiori.

Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan keputusan untuk membentuk daerah otonomi baru Papua berasal dari aspirasi yang berkembang di masyarakat.

Ide pemekaran pun diawali dengan kedatangan 61 orang Papua yang diundang Presiden Joko Widodo ke Istana Negara pada September 2019 lalu.

Ada beberapa aspirasi pemekaran di Papua dan Papua Barat, antara lain; Provinsi Papua Tabi Saireri, Provinsi Pegunungan Tengah, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Barat, serta Provinsi Papua Barat Daya.

Saleh Sangadji, salah satu warga yang diundang, mengatakan pemekaran wilayah bisa memberikan kesempatan untuk putra-putri asli Papua menduduki posisi-posisi di pemerintahan dan menekan angka pengangguran di wilayah itu.

Dia juga yakin pemekaran wilayah bisa meningkatkan ekonomi, kualitas pendidikan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Dalam kesempatan lain, seorang tokoh agama di Jayapura, Joop Suebu, juga setuju dengan rencana pemekaran DOB Papua.

Dia percaya pemekaran wilayah bisa membuat Papua lebih maju karena bisa memperpendek rentang kendali pelayanan pemerintah.

“Melalui pemekaranlah wajah Papua pasti akan cepat dibangun dan pasti ada perubahan-perubahan ke arah kemajuan-kemajuan yang lebih baik. Papua pasti berubah, Papua pasti akan maju dengan percepatan pembangunan,” kata Joop dikutip dari BBC Indonesia.

Menurut Joop, masalah yang terjadi di Papua bermula dari kesenjangan sosial sejak zaman Presiden Soeharto. “Selama lebih dari 32 tahun Papua ditinggalkan, dianaktirikan, dan ditelantarkan,” kata dia.

“Papua tertinggal, Papua tidak pernah dibangun oleh Indonesia. Akhirnya terjadi konflik, kecemburuan sosial, terjadi banyak persoalan.”

Hal ini senada dengan yang dikatakan Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden (KSP), Theo Litaay.

Dia mengatakan masyarakat Papua ingin sejahtera dan pemekaran wilayah adalah salah satu strategi untuk mencapai keinginan tersebut.

“Di satu sisi, ada persoalan keamanan yang diselesaikan melalui proses penegakan hukum, sementara di sisi lain ada kebutuhan keterjangkauan pelayanan publik dan kehadiran pemerintah daerah yang memang harus didekati dengan strategi pemerintahan,” ujar Theo.

“Kita perlu untuk fokus kepada kegiatan pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat. Fokus pada pembangunan secara nyata, bukan narasi ataupun slogan politik.”

Ke depannya, kata Theo, pemerintah bakal terus menampung seluruh aspirasi yang ada terkait pemekaran wilayah di Papua.

Di sisi lain, ada juga warga Papua yang menentang pemekaran wilayah ini.

Benhur Wally, seorang tokoh masyarakat adat, mengatakan keputusan soal pemekaran DOB ini dilakukan secara tidak transparan.

Hal itu, kata dia, bisa memicu konflik lainnya, terutama yang berkaitan dengan masyarakat adat.

Papua memiliki tujuh wilayah adat. Menurut Benhur, kalau pembagian wilayah itu tidak dilakukan secara jelas dan transparan, akan terjadi kesalahpahaman di masyarakat yang berujung pada konflik horisontal.

“Pihak akademisi dan pemerintah dalam panitia pemekaran ini sama sekali tidak ada transparansi dengan masyarakat adat dan itu akan terjadi. Kalau sudah terjadi maka orang akan bertahan di wilayahnya masing-masing dan saya pikir segala sesuatu akan berujung pada demo dan orang-orang akan ribut,” kata Benhur.

Namun, terkait pembentukan DOB di Papua, menurut Mahfud, hal penting yang perlu mendapat perhatian antara lain, kondisi geografi; luas daerah Papua, daerah pantai, daerah pegunungan, keterisolasian daerah, kondisi demografi; jumlah penduduk, penyebaran penduduk tidak merata, proses pembangunan masyarakat Papua, serta kondisi sosial budaya masyarakat.

“Masalah gangguan keamanan yang terjadi di Papua selama ini bersumber dari masalah ekonomi dan masalah kemiskinan, sehingga pemekaran menjadi salah satu upaya untuk mempercepat pembangunan dan mempermudah birokrasi.”

Dengan semua kondisi yang ada, lanjut Mahfud, aspirasi pembentukan DOB Papua dapat dipertimbangan untuk menjadi prioritas pembahasan.

Sementara, menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, bahwa spirit pemekaran Papua adalah karena luasnya wilayah dan perlu adanya percepatan pembangunan di tanah Papua, serta upaya memperteguh keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA