Indeks News – Suara lantang Noel akhirnya berbuah operasi tangkap tangan (OTT). Peristiwa ini membuat suasana politik tanah air mendadak gempar. Nama Immanuel Ebenezer, Wakil Menteri Ketenagakerjaan yang akrab disapa Noel, muncul dalam daftar pejabat yang ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kabar itu membuat publik terperanjat. Bukan hanya karena jabatannya yang strategis, tetapi juga karena sosok Noel selama ini dikenal sebagai salah satu figur yang begitu lantang. Suara lantang Noel yang meminta hukuman berat bagi para koruptor.
Ironinya Suara Lantang Noel Kini Berbalik Arah
Pada 17 Desember 2020 lalu, Noel hadir sebagai narasumber dalam sebuah diskusi politik. Di hadapan publik, ia tegas menyatakan bahwa korupsi adalah musuh terbesar bangsa. Lebih dari itu, ia bahkan menyerukan agar koruptor dijatuhi hukuman mati dan seluruh hartanya disita.
“Presiden harus memitigasi menteri-menteri, makanya kami tawarkan pakta integritas. Pakta integritas nanti kontennya siapapun menteri yang korupsi siap dihukum mati dan siap disita hartanya, dimiskinkan,” ujarnya kala itu dengan penuh keyakinan.
Bagi Noel, korupsi bukan sekadar tindak pidana biasa. Ia menyebutnya sebagai bentuk pengkhianatan terhadap rakyat sekaligus masa depan negara. Pernyataan itu begitu keras, hingga banyak orang yang kala itu menilai Noel sebagai salah satu motor antikorupsi di lingkar relawan.
Namun, garis nasib berkata lain. Suara lantang Noel kini justru berbalik arah, menjadi bumerang yang menjerat dirinya sendiri.
Noel Terjerat Kasus Pemerasan
OTT KPK menyeret nama Noel dalam dugaan pemerasan terhadap perusahaan yang tengah mengurus sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Fakta itu membuat publik teringat kembali pada kata-kata tegasnya dulu.
Kontras antara ucapan dan kenyataan pun menjadi sorotan. Banyak pihak menyebut kasus Noel sebagai cermin bahwa siapa pun bisa tergelincir dalam praktik haram, meski sebelumnya berteriak keras menentangnya.
Kini, Noel berada di ujung tanduk. Perannya dalam kasus tersebut tengah didalami KPK, sementara masyarakat menunggu perkembangan penyidikan. Pertanyaan yang menggantung di benak publik: apakah seruannya soal hukuman mati bagi koruptor juga berlaku untuk dirinya sendiri?
Dari Relawan hingga Kursi Wamenaker
Jika ditarik ke belakang, perjalanan politik Noel cukup berliku. Lahir di Riau pada 22 Juli 1975, ia menempuh pendidikan di Universitas Satya Negara Indonesia hingga lulus pada 2004.
Namanya mulai mencuat ketika memimpin Relawan Jokowi Mania (Joman) yang mendukung pasangan Jokowi–Ma’ruf Amin pada Pilpres 2019. Namun, setelah Jokowi lengser, Noel beralih haluan dengan mendukung Prabowo Subianto.
Keputusan itu berbuah manis. Setelah kemenangan Prabowo-Gibran dalam Pilpres, Noel mendapat kepercayaan sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan dalam Kabinet Merah Putih. Sebuah posisi penting yang kini justru menjadi awal dari ujian berat bagi dirinya.
Kasus yang menimpa Noel bukan sekadar perkara hukum. Lebih dari itu, ia menjadi simbol ironi tentang bagaimana kekuasaan bisa mengubah jalan hidup seseorang. Dari seorang yang begitu keras menolak korupsi, kini ia harus menghadapi dakwaan serupa.
Kisah ini menjadi pengingat bagi bangsa bahwa integritas tidak cukup hanya diucapkan, melainkan harus dijaga dengan konsistensi. Publik pun menanti, apakah akhir perjalanan hukum Noel akan sekeras pernyataan yang pernah ia gaungkan?




