Pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal hingga kini masih banyak diminati oleh masyarakat yang terdesak masalah keuangan. Namun, keberadaan pinjol ilegal ini sering menebar ancaman kepada nasabah mengakibatkan tekanan jiwa yang berujung bunuh diri.
Fenomena Pinjol ilegal dianggap masyarakat akan menjadi solusi masalah keuangan, namun mekanisme penagihan yang tidak manusiawi sering kali menjadi ancaman secara psiko-sosial.
Adalah GRD (30) pria yang berprofesi sebagai perawat asal Jalan Suripto, Surabaya nekat mengakhiri hidupnya lantaran terjerat pinjol ilegal. Ia juga mendapat teror karena tak bisa membayar cicilan pinjolnya.
Menanggapi hal tersebut, Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin mengaku sangat prihatin dengan pilihan masyarakat yang tidak berhati-hati dalam memutuskan untuk mengajukan pinjaman kepada lembaga keuangan berbasis digital. Problemnya ada pada rendahnya literasi keuangan masyarakat kita.
“Perkembangan teknologi dan informasi hampir selalu menimbulkan motif kejahatan sosial Ekonomi, terutama yang berkaitan dengan data pribadi dan keuangan. Masyarakat harus dibekali dengan Literasi keuangan yang memadai,” ungkap Sultan melalui keterangan resminya pada Minggu (11/09).
Mantan wakil Gubernur Bengkulu itupun mengungkapkan bahwa berdasarkan survei OJK, indeks literasi keuangan kita masih hanya 38,03 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan nasional sebesar 76,19 persen. Artinya terdapat gap yang sangat beresiko bagi masyarakat Indonesia yang cenderung ceroboh dalam mengambil keputusan keuangan.
“Kami mendorong Pemerintah melalui OJK untuk memasifkan sosialisasi terkait potensi dan motif kejahatan keuangan di era digital demi meningkatkan kualitas literasi keuangan masyarakat. Dampak rendahnya kualitas literasi keuangan bahkan memakan korban masyarakat yang tergolong berpendidikan di banyak daerah,” pungkasnya.