Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri menetapkan enam orang laskar Front Pembela Islam (FPI) yang tewas ditembak polisi, pada Senin (7/12/2020) lalu, menjadi tersangka.
“Sudah ditetapkan tersangka, kan itu juga tentu harus diuji makanya kami ada kirim ke Jaksa biar Jaksa teliti,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtidum) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Andi Rian Djajadi.
Keenam laskar FPI yang ditembak polisi di Jalan tol Jakarta-Cikampek KM 50 tersebut dijadikan tersangka karena diduga melakukan penyerangan terhadap anggota kepolisian.
Tim kuasa hukum FPI Aziz Yanuar menilai, penetapan tersangka terhadap korban ditembak polisi dan telah meninggal tersebut merupakan tindakan yang zalim dari aparat kepolisian.
“Zalim sezalim-zalimnya lah. Tapi ya jangan bodoh-bodoh banget gitu lho,” kata Aziz saat dikutip dari CNNIndonesia, Kamis (4/3/2021).
Menurut Aziz, aparat penegak hukum sudah bertindak sewenang-wenang mempermainkan hukum. Karena penetapan tersangka tersebut bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Apalagi, kata Aziz, orang yang sudah meninggal tak bisa ditetapkan sebagai tersangka dalam ilmu hukum.
“Orang mati ditetapkan sebagai tersangka, kan luar biasa bodoh itu. Sama sekali tidak ada ilmu hukum,” kata Aziz.
Sementara, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM RI terhadap peristiwa penembakan di Km 50 Tol Jakarta-Cikampek tersebut merupakan pembunuhan yang terjadi di luar hukum. Tewasnya empat anggota laskar FPI lainnya disebut masuk pelanggaran HAM.
“Terdapat empat orang yang masih hidup dalam penguasaan petugas resmi negara yang kemudian juga ditemukan tewas. Peristiwa tersebut merupakan bentuk dari peristiwa pelanggaran hak asasi manusia,” ujar Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, Jumat (8/1/2021) lalu.