Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni mengakui bahwa Syahrul Yasin Limpo ada mengirimkan sejumlah uang ke Fraksi Partai NasDem.
Namun, kata Ahmad Sahroni pengiriman uang dari mantan Menteri Pertanian itu adalah uang pribadi senilai Rp 20 juta untuk sumbangan bencana.
“Saya sempat ngecek ada transferan ke Fraksi Nasdem dari SYL itu bantuan bencana, nilainya Rp 20 juta. Saya langsung kasih tahu supaya tidak ada pertanyaan. Saya sebelum isu itu beredar beritanya, saya cek,” ujar Ahmad Sahroni dalam acara “Satu Meja The Forum”, Rabu (11/10/2023).
“Itu biasanya kita menerima bantuan-bantuan adanya musibah yang ada di republik ini,” kata dia.
Ahmad Sahroni juga memastikan, transfer atas nama pribadi Syahrul hanya sebatas uang sumbangan bencana itu saja.
Dia sempat mengecek transaksi keuangan Partai Nasdem dan tak menemukan transaksi pribadi Syarul ke partai selain uang sumbangan tersebut.
“Kalau ke partai juga enggak ada, saya juga Bendahara Umum Partai, tidak ada transaksi terkait dengan urusan personal enggak ada,” ujarnya.
“Kita semua terlaporkan tidak mau menerima pada transferan personal, kita bekerja dengan uang yang memang sudah didapatkan dari negara,” ujar Sahroni.
Ia juga mengaku tidak keberatan jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengecek secara langsung transaksi keuangan partai pimpinan Surya Paloh itu.
KPK mengumumkan Syahrul sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam jabatan hari ini.
Selain dugaan pemerasan dalam jabatan, KPK menjerat Syahrul bersama dua anak buahnya dengan dugaan penerimaan gratifikasi.
Selain Syahrul, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian, Kementan Muhammad Hatta juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Mereka diduga menerima uang dari setoran yang dimintakan secara paksa kepada sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di internal Kementan.
“Sejauh ini uang yang dinikmati Syahrul bersama-sama dengan Kasdi dan Hatta sejumlah sekitar Rp 13,9 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu malam.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.