Universitas Gadjah Mada (UGM) mengklaim alat buatannya mampu melakukan deteksi gempa bumi sebelum terjadi. Selama ini belum ada yang bisa memprediksi gempa.
Ketua Tim Peneliti Sistem Peringatan Dini Gempa UGM, Sunarno, menyebut alat yang dikembangkan oleh timnya berhasil melakukan deteksi gempa di Toli-Toli, Sulawesi Tengah, tiga hari sebelum kejadian.
Menurut data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), pada Sabtu (29/5) lalu pukul 08.25.14 WIB, gempa tektonik terjadi di wilayah Toli-Toli dengan magnitudo 5,3. Pusat gempa berlokasi di laut pada jarak 87 kilometer arah Barat Kota Toli-Toli pada kedalaman 27 kilometer.
Alat UGM tersebut kata Sunarno, bisa melakukan deteksi gempa yang terjadi di Toli-Toli tiga hari sebelum kejadian. Bahkan, di Daerah Istimewa Yogyakarta, alat itu sudah mampu melakukan deteksi gempa hingga tujuh hari sebelum kejadian. Namun, alat itu masih terus dikembangkan.
”Pengalaman selama ini kami baru dapat memprediksi 3 hari sebelum gempa dengang lokasi antara Aceh hingga NTT. Algoritma awal kami hanya mendeteksi dini 3 sampai 7 hari sebelum gempa khusus untuk DIY. Mengingat stasiun pemantau kami hanya ada di DIY,” ujar Sunarno, melalui laman ugm.ac.id, Kamis (3/6/2021).
Sunarno juga menjelaskan, alat deteksi gempa yang dikembangkan UGM merupakan teknologi trianggulasi yang bisa memprediksi posisi pusat gempa secara lebih presisi. Selama dalam proses riset dan pengembangan, alat ini mampu selalu tepat memprediksi kejadian gempa.
“Selalu cocok, sudah dipakai tesis mahasiswa saya. Bahkan, lewat internet kita bisa bantu memberi peringatan 3 sebelum kejadian gempa di antara Aceh hingga NTT,” ujarnya.
Sistem yang dikembangkan terdiri dari alat EWS yang tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. Lalu, memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya.
Sunarno menjelaskan cara kerja alat yang dikembangkan bersama tim ini berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi.
“Apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan,” ungkapnya.
Penelitian yang sudah dilakukan sejak 2018 ini memang dikhususkan mengamati konsentrasi gas radon dan level air tanah sebelum terjadinya gempa bumi. Pengamatan yang telah dilakukan kemudian dikembangkan sehingga dirumuskan dalam suatu algoritma prediksi sistem peringatan dini gempa bumi.
Bahkan, sistem ini terbukti telah mampu memprediksi gempa bumi yang terjadi di Barat Bengkulu M5,2 pada 28 Agustus 2020, Barat Daya Sumur-Banten M5,3 pada 26 Agustus 2020, Barat Daya Bengkulu M5,1 29 Agustus 2020, Barat Daya Sinabang Aceh M5,0 pada 1 September 2020, Barat Daya Pacitan M5,1 10 september 2020), dan gempa Tenggara Nagan Raya-Aceh M5,4 pada 14 september 2020.
Source: UGM