BIM atau Bandara Internasional Minangkabau merupakan satu-satunya bandara di dunia yang menggunakan nama etnik sebagai nama bandaranya.
Bahkan, seluruh fasilitas pendukung yang ada di BIM juga menggunakan istilah dalam bahasa Minang.
Dilansir detikcom, Senin (12/4/2021) Pemberian nama bandara menggunakan etnik Minangkabau merupakan jalan tengah dari tim bentukan Pemerintah Daerah Provinsi Sumbar karena pada waktu pembangunannya bandara ini memiliki berbagai macam pilihan nama, seperti Tan Malaka, Muhammad Yamin, dan Mohammad Hatta.
Nama tiga tokoh ini merupakan pahlawan dari daerah Sumatera Barat dan sangat terkenal sebagai pahlawan nasional. Maka kata “Minangkabau” sebagai jalan tengah untuk penamaan dari bandara tersebut.
Makna dari pemberian nama menjadikan Bandara Internasional Minangkabau sebagai bandara pemersatu seluruh orang Minang di dunia bahwa orang Minangkabau memiliki bandara internasional yang bisa dibanggakan oleh orang Minang di seluruh dunia, bahkan sudah masuk ke dalam buku biru bandara-bandara di seluruh dunia.
BIM ini merupakan gedung terbesar di Indonesia yang menggunakan arsitektur Minangkabau. Ternyata dalam pembangunannya, BIM dibangun sebagai pengganti dari Bandar Udara Tabing.
Bandara ini dibangun pada tahun 2001 dengan menelan biaya sekitar 9,4 miliar yen dimana 10% diantaranya (sekitar 97,6 miliar rupiah) adalah pinjaman lunak dari Japan Bank International Coorporation (JICB).
Bandara ini terletak di Jln. Mr. Sutan M.Rasyid, Padang Pariaman, Sumatera Barat atau sekitar 23 km dari pusat Kota Padang. Bandara ini memiliki luas sekitar 427 hektare. Untuk landasan pacu sepanjang 3.000 meter dengan lebarnya 45 meter.
Pada tahun 2017, bandara Internasional Minangkabau diperluas hingga mencapai 49.000 meter persegi. Sesuai dengan namanya, bandara ini melayani penerbangan domestik dan internasional, seperti Jakarta, Surabaya, Batam, Medan, Bengkulu, Sungaipenuh, Palembang, Jambi, Yogyakarta, Sipora, Gunung Sitoli, Bandung, Surabaya, dan Kuala Lumpur. (detikcom)