BPOM dinilai lamban dalam membuat kesimpulan bahwa hasil uji senyawa pada sejumlah sirup obat menjadi penyebab timbulnya gagal ginjal akut pada anak-anak dan balita. BADAN Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ini dinilai tidak tegas.
Hasil penelitian BPOM yang menyebut bahwa beberapa sirup obat mengandung cemaran ethylene glycol (EG) di luar ambang batas aman hanya akan mengulur waktu dan membiarkan bertambahnya korban susulan.
BPOM dinilai lamban karena tak kunjung memberikan penegasan terkait bahayanya sirup obat yang mereka teliti. Selain EG, BPOM juga menemukan adanya zat diethylene glycol (DEG) pada sejumlah obat sirup. Sama seperti EG, obat-obat yang diuji coba di laboratorium itu juga mengandung DEG yang berlebihan.
Tak heran jika zat berbahaya itu menggerogoti ginjal anak-anak usia 6 bulan-18 tahun. Kasus kematian akibat obat itu meningkat dalam dua bulan terakhir. Tak kurang dari 189 kasus yang dilaporkan, banyak di antaranya anak usia 1-5 tahun yang menjadi korban.
Angka kematian mencapai 48 persen dari total keseluruhan kasus dan diprediksi masih akan terus bertambah.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebelumnya mengungkapkan sampel darah 99 pasien yang mengalami gagal ginjal akut dan meninggal terkandung di dalamnya senyawa EG dan DEG.
Dua senyawa ini menjadi alternatif bagi produsen farmasi karena senyawa yang biasanya dipakai, propylene glycol (PG), sudah sangat langka. Akibatnya harga senyawa itu melambung tinggi. DEG dan EG pun menjadi pilihan.
Senyawa ini memang tidak dilarang digunakan dalam obat-obatan. Namun, sesuai dengan farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau tolerable daily intake (TDI) untuk cemaran EG dan DEG sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari.
Menurut penelitian BPOM, sampling terhadap 39 batch dari 26 obat sirup diduga mengandung senyawa EG dan DEG. Parahnya, senyawa EG yang ditemukan oleh BPOM itu melebihi ambang batas aman.
Setidaknya ada lima merek obat yang mengandung kelebihan EG, yakni Termorex Sirup (PT Konimex), Flurin DMP Sirup (PT Yarindo Farmatama), Unibebi Cough Sirup (Universal Pharmaceutical Industries), serta Unibebi Demam Sirup dan Unibebi Demam Drops (Universal Pharmaceutical Industries).
Guna mencegah korban lebih banyak, pemerintah harus belajar dari Republik Gambia, Afrika Barat, yang juga mengalami kejadian serupa. Ada 70 anak-anak Gambia yang meninggal akibat gagal ginjal akut.
Sama seperti Indonesia, pemerintah Gambia menemukan kasus kematian akibat gagal ginjal itu usai korban meminum sirup parasetamol buatan produsen farmasi India. Peruntukannya masih bagi anak-anak yang mengalami demam.
Tanpa pikir panjang, Pemerintah Gambia lantas menahan penjualan semua merek sirup obat batuk parasetamol dan menariknya dari semuanya apotek hingga rumah tangga.
Langkah cepat dan tegas ini penting agar tak ada lagi anak yang menderita sakitnya air seni mengendap dalam tubuh. Tanpa langkah yang cepat, pemerintah hanya akan berkontribusi pada penambahan kematian anak-anak di negeri ini.