Petugas kepolisian mengungkap adanya praktik aborsi di Kota Padang. Polisi mengamankan pasangan suami istri yang menjadi otak praktik tindakan terlarang tersebut.
Selain itu, pasangan suami istri yang dijadikan tersangka juga menjual obat keras yang digunakan untuk menggugurkan kandungan.
Petugas mengamankan setidaknya 12 obat yang dijadikan untuk melakukan aborsi. Obat tersebut seperti 60 tablet Cytotec, 80 tablet Diazepan, serta obat-obatan lainnya.
Saat dikonfirmasi, Jumat (19/2/2021) pada Kepala BPOM Sumbar, Firdaus Umar mengatakan terkait penemuan barang bukti yang ditemukan di tempat praktik aborsi di Kota Padang BPOM sudah melihat obat-obatan tersebut.
“BPOM dan petugas sudah melakukan koordinasi dan kita sudah melihat barang bukti tersebut. Setelah kita lakukan pengamatan, kita simpulkan obat tersebut tidak memiliki izin edar,” katanya.
Ia melanjutkan, apotek yang legal seharusnya mendapatkan obat yang legal juga. Sejumlah obat-obatan yang tidak memiliki izin edar ditemukan di tempat praktik aborsi itu melanggar peraturan.
Katanya, obat tersebut sebanarnya juga bukan digunakan untuk menggugurkan kandungan. Tapi digunakan untuk mengobati tukak lambung.
“Dan produk tersebut seandainya ada izin edar itupun juga bukan untuk menggugurkan kandungan. Obat tersebut digunakan untuk tukak lambung. Nah kita juga sudah berkoordinasi dengan pemerintah pusat bahwa obat tersebut sejak tahun 2019 sudah dikembalikan izin edarnya oleh pabrik. Memang awalnya mendapatkan izin edar tapi karena alasan tertentu maka izin edar dikembalikan,” sebutnya.
Menurut Firman, tersangka mendapatkan obat-obatan tersebut dari pasar ilegal. Sesuai dengan UU Kesehatan Pasal 197 No 36 tentang kesehatan tersangka dapat dikenakan pidana maksimal 15 tahun dan atau denda maksimal Rp 1,5 miliar.
“Dari hasil koordinasi, mereka itu sebenarnya pintar sekali, obat tersebut tidak disimpan di apotek. Berdasarkan informasi dari kepolisian mereka mendapatkan di dalam mobil pemilik. Malam baru mereka masukan ke sarana atau apotek,” tutupnya.(Kay)