DKI Jakarta dan Jawa Barat Dipastikan akan Gelar Pilkada Tahun 2024

- Advertisement -
Gubernur DKI Jakarta yang akan habis masa jabatannya pada tahun 2022 terpaksa mengangkat penjabat (Pj) Gubernur hingga tahun 2024, termasuk juga jabatan Gubernur Jawa Barat yang akan berakhir pada tahun 2023.

Kekosongan jabatan Gubernur DKI Jakarta definitif karena Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Pemerintah secara resmi telah menarik Revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dari Prolegnas 2021.

Keputusan itu diambil dari rapat Kerja bersama Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly. Pemerintah menilai belum ada urgensi UU Pemilu untuk direvisi.

Dengan keputusan itu, pilkada akan digelar ‘borongan’ dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden pada 2024 sesuai amanat UU. Termasuk dua pilkada tingkat Provinsi yakni DKI Jakarta dan Jawa Barat.

“Ya tidak ada (Pilkada 2022-2023). Sesuai UU 10/2016,” ujar Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi, Selasa (9/3).

Dalam draf revisi sebelumnya, ada norma soal normalisasi pilkada yang bakal digelar 2022 dan 2023. Merujuk Pasal 731 Ayat (2) dalam draf revisi UU Pemilu, pilkada 2022 akan diikuti oleh 101 daerah yang menggelar pilkada pada 2017. Salah satunya Provinsi DKI Jakarta.

Pada Pasal 731 Ayat (3), pilkada 2023 akan diikuti oleh daerah yang menggelar pilkada pada 2018. Jawa Barat termasuk daerah yang akan menggelar Pilkada pada 2023 jika RUU Pemilu jadi dibahas dan disahkan.

Bagi daerah yang baru saja menghelat pilkada 2020, maka baru akan kembali menggelar pemilihan pada 2027 mendatang. Ketentuan itu tertuang dalam Pasal 731 Ayat (1).

Sedangkan, konsekuensi lain dari pencabutan RUU Pemilu adalah 282 daerah bakal kosong tanpa pemimpin. Sebab masa jabatan kepala-kepala daerah tersebut habis pada 2022 dan 2023.

Untuk mengisi kekosongan, Kemendagri akan mengangkat penjabat (Pj) gubernur, bupati dan Wali kota sampai terpilih kepada daerah baru pada Pilkada 2024.

Itu artinya, jabatan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI Jakarta akan diganti oleh PJ karena masa jabatannya habis pada 2022. Sedangkan, posisi Ridwan Kamil akan diisi Pj pada 2023.

Penarikan RUU Pemilu itu didukung 7 fraksi partai politik yang mayoritas berada di gerbong Koalisi Pemerintahan Jokowi. Sementara, dua partai yakni PKS dan Demokrat ingin UU Pemilu tetap direvisi.

Partai Demokrat dan PKS memang sejak awal mendukung penuh revisi UU Pemilu. Demokrat juga ingin, Pilkada tetap ada pada 2022 dan 2023.

Sementara, anggota Baleg dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan menyampaikan pandangan fraksinya. Dia menyebut sejak reformasi Indonesia merubah sistem pemilu setiap lima tahun sekali.

Hal tersebut membuat pola pemilihan umum sulit untuk dievaluasi. Ditambah situasi pandemi Covid-19 yang mengharuskan semua pihak fokus pada pemulihan ekonomi dan kesehatan.

“Di satu sisi kita dalam menghadapi pandemi, ini tentunya menghabiskan energi yang cukup besar dan mengganggu stabilitas, mungkin akan lebih baik kalau energi yang ada kita gunakan untuk pemulihan ekonomi termasuk energi yang kita gunakan untuk penanganan Covid-19 akan lebih komprehensif,” ujar Heri.

Fraksi Partai Demokrat mendorong agar pembahasan revisi UU Pemilu diselesaikan secara komprehensif dan holistik. Anggota DPR Fraksi Partai Demokrat, Santoso menilai Pilkada serentak 2024 hanya akan membuat beban teknis di lapangan sangat tinggi yang berpotensi memakan banyak korban jiwa seperti pemilu 2019 lalu.

“Fraksi Partai Demokrat berpandangan pembahasan RUU pemilu termasuk di dalamnya RUU Pilkada perlu dilanjutkan sehingga Pilkada 2022 dan 2023 tetap dapat terlaksana,” ungkapnya.

spot_img

Trending Topic

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA