Iklan
Iklan

Inilah 7 Vaksin Covid-19 yang Akan Digunakan di Indonesia, Anda Wajib Tahu

- Advertisement -
Kemenkes telah menetapkan tujuh vaksin COVID-19 yang akan digunakan dalam program vaksinasi guna memutus rantai penyebaran virus Corona di Indonesia. Untuk mengetahui apa saja perbedaan vaksin-vaksin COVID-19 tersebut, simak artikel berikut.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/12758/2020, telah ditetapkan sejumlah vaksin COVID-19 yang akan beredar di Indonesia, yakni vaksin yang diproduksi oleh PT Bio Farma, Oxford-AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Novavax, Pfizer-BioNTech, dan Sinovac.

Perbedaan Vaksin-Vaksin COVID-19

Berikut adalah beberapa perbedaan vaksin-vaksin COVID-19 yang telah disetujui oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia:

1. Vaksin Sinovac

  • Nama vaksin: CoronaVac
  • Negara asal: China
  • Bahan dasar: virus Corona (SARS-CoV-2) yang telah dimatikan (inactivated virus)
  • Uji Klinis: fase III (selesai)
  • Lokasi: China, Indonesia, Brazil, Turki, Chile
  • Usia peserta: 18–59 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 14 hari
  • Efikasi vaksin: 65,3% (di Indonesia), 91,25% (di Turki)

Vaksin Sinovac telah melampaui standar minimal 50% yang ditetapkan oleh WHO dan FDA. Vaksin ini juga sudah mendapatkan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization (EUA) dari BPOM, serta sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Setelah disuntikkan, virus yang tidak aktif pada vaksin ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang dapat melawan virus Corona secara spesifik. Dengan begitu, jika sewaktu-waktu tubuh terserang virus Corona, sudah ada antibodi yang bisa melawannya dan mencegah terjadinya penyakit.

Kemungkinan terjadinya infeksi atau penyakit COVID-19 yang bergejala pada orang yang sudah divaksinasi dengan vaksin Sinovac bisa turun sebesar 65%.

Sebagai ilustrasi, jika tadinya ada 9 juta orang yang bisa terinfeksi dan masuk rumah sakit karena COVID-19, setelah pemberian vaksin ini jumlahnya bisa berkurang menjadi hanya 3 juta orang. Sementara pada skala individu, risiko orang yang sudah divaksin akan menjadi 3 kali lebih rendah untuk mengalami sakit karena COVID-19.

Vaksin ini juga dinilai aman, sebab efek samping yang bisa muncul hanya bersifat ringan dan sementara, misalnya nyeri di lokasi penyuntikan, nyeri otot, dan sakit kepala. Efek samping yang paling banyak terjadi adalah nyeri di lokasi penyuntikan dan rata-rata hilang dalam 3 hari.

2. Vaksin Oxford-AstraZeneca

  • Nama vaksin: AZD1222
  • Negara asal: Inggris
  • Bahan dasar: virus hasil rekayasa genetika (viral vector)
  • Uji klinis: fase III (hampir selesai)
  • Lokasi: Inggris, Amerika, Afrika Selatan, Colombia, Peru, Argentina
  • Usia peserta: >18 tahun hingga >55 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 4–12 minggu
  • Efikasi vaksin: 70,4% (sementara)

Efikasi vaksin dari Oxford-AstraZeneca tidak jauh berbeda dengan vaksin Sinovac. Vaksin ini terbukti aman dan efektif dalam mengurangi risiko terinfeksi Corona dan risiko terjadinya penyakit yang berat atau perlu dirawat di rumah sakit.

Vaksin ini mengandung virus yang tidak berbahaya. Setelah disuntikkan, virus ini akan masuk ke dalam sel tubuh, kemudian memicu sistem imun tubuh untuk menghasilkan antibodi dan mengaktifkan sel imun yang dapat melawan virus Corona.

Dalam uji klinisnya, sebagian besar efek samping vaksin hanya bersifat ringan hingga sedang dan bisa sembuh dalam beberapa hari. Gejala yang banyak dialami, yaitu >10%, antara lain nyeri otot, kemerahan, gatal, bengkak atau benjol di tempat suntikan, demam, lelah, menggigil, sakit kepala, mual, muntah, radang tenggorokan, flu, dan batuk.

Sementara itu, gejala yang lebih jarang terjadi, yaitu hanya ≤1%, adalah pusing, nafsu makan turun, sakit perut, pembesaran kelenjar getah bening, keringat berlebihan, kulit gatal, dan muncul ruam.

3. Vaksin Sinopharm

  • Nama Vaksin: BBIBP-CorV
  • Negara asal: China
  • Bahan dasar: virus Corona yang dimatikan (inactivated virus)
  • Uji klinis: fase III (selesai)
  • Lokasi: China, Uni Emirat Arab, Maroko, Mesir, Bahrain, Jordan, Pakistan, Peru, Argentina
  • Usia peserta: 18–85 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 21 hari
  • Efikasi vaksin: 79,34% (di Uni Emirat Arab)

Cara kerja vaksin Covid-19 Sinopharm sama dengan vaksin Sinovac, yaitu memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi terhadap virus Corona menggunakan virus yang telah dimatikan.

Vaksin ini juga telah melewati uji klinis fase 3 dan mendapatkan izin penggunaan darurat dari otoritas kesehatan di China dan Arab. Sejauh ini, pemberian vaksin Sinopharm aman dan tidak menimbulkan efek samping yang serius.

4. Vaksin Moderna

  • Nama Vaksin: mRNA-1273
  • Negara asal: Amerika Serikat
  • Bahan dasar: messenger RNA (mRNA)
  • Uji klinis: fase III (selesai)
  • Lokasi: Amerika Serikat
  • Usia peserta: >18 tahun hingga >55 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 28 hari
  • Efikasi vaksin: 94,1%

Vaksin Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat dari Amerika Serikat. Yang membedakan vaksin ini dengan ketiga vaksin di atas adalah bahan dasar yang digunakan. Vaksin Covid-19  Moderna menggunakan salah satu bahan genetik virus (mRNA).

Vaksin mRNA bekerja dengan cara mengarahkan sel tubuh untuk memproduksi protein yang berbentuk sama seperti protein pada virus Corona. Selanjutnya, sel-sel tubuh akan menghasilkan antibodi untuk melawan protein tersebut. Antibodi inilah yang kemudian akan melindungi tubuh dari virus Corona.

Pada uji klinis, efek samping yang terjadi pada 50% peserta berupa kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan sendi. Namun, efek samping ini hilang paling lama setelah 2 hari. Selain itu, nyeri di tempat suntikan, bengkak, kemerahan juga terjadi, tapi derajatnya ringan hingga sedang.

5. Vaksin Pfizer-BioNTech

  • Nama vaksin: BNT162b2
  • Negara asal: Amerika Serikat
  • Bahan dasar: messenger RNA (mRNA)
  • Uji klinis: fase III (selesai)
  • Lokasi: Amerika Serikat, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil, Argentina
  • Usia peserta: >16 tahun hingga >55 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,3 ml per dosis) dengan jarak 3 minggu
  • Efikasi vaksin: 95%

Meski menggunakan bahan dasar yang sama, hasil uji klinis fase 3 vaksin Pfizer sedikit lebih tinggi daripada vaksin Moderna. Namun, terlepas dari perbedaan efikasi vaksin Moderna dan vaksin Pfizer, kedua vaksin COVID-19 ini secara umum memiliki tingkat keamanan dan efek samping yang hampir sama.

6. Vaksin Novavax

  • Nama vaksin: NVX-CoV2372
  • Negara asal: Amerika Serikat
  • Bahan dasar: protein subunit
  • Uji klinis: fase III (belum selesai)
  • Lokasi: Inggris, India, Afrika Selatan, Meksiko
  • Usia peserta: 18–59 tahun
  • Dosis: 2 dosis (0,5 ml per dosis) dengan jarak 21 hari
  • Efikasi vaksin: belum diketahui

Protein subunit yang digunakan pada vaksin Novavax adalah protein yang dibuat khusus untuk meniru protein alami pada virus Corona. Setelah masuk ke dalam tubuh, protein tersebut akan memicu reaksi antibodi untuk melawan virus Corona dan mencegah infeksi.

Hasil uji klinis awal yang diterbitkan oleh Novavax menunjukkan reaksi antibodi yang kuat pada manusia tanpa efek samping yang serius. Uji klinis fase 3 untuk memastikan keamanan dan keefektifan vaksin Novavax diperkirakan akan selesai dalam waktu dekat.

7. Vaksin Merah Putih – BioFarma

Bekerja sama dengan Lembaga Biomolekuler Eijkman, PT BioFarma masih terus melakukan pengembangan dan penelitian terhadap vaksin COVID-19. Uji klinis terhadap vaksin ini rencananya baru akan dimulai sekitar bulan Juni 2021.

Itulah berbagai perbedaan vaksin-vaksin COVID-19 yang perlu Anda pahami. Vaksin tersebut diharapkan dapat menjadi solusi untuk menghentikan pandemi COVID-19. Namun, diperlukan kerja sama seluruh masyarakat Indonesia untuk bisa menyukseskan upaya ini.

Tidak hanya itu, upaya ini juga harus disertai penerapan protokol kesehatan secara disiplin. Baik sudah divaksin maupun belum, setiap orang harus tetap menjalani protokol tersebut untuk mencegah penularan virus Corona.

Jika Anda masih memiliki pertanyaan seputar macam-macam vaksin COVID-19 dan perbedaannya, bertanyalah kepada dokter. Ingat, jangan termakan hoaks tentang vaksin, apalagi sampai ikut menyebarkannya, karena hal ini bisa merugikan diri Anda sendiri dan orang lain.

Source: alodokter

Trending Topic

2 KOMENTAR

Subscribe
Notify of

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Iklan

Iklan

Hot News

Game

PENTING UNTUK DIBACA