Sektor usaha hotel dan restoran kian terpuruk setelah pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa Bali pada 3-20 Juli 2021.
Ketua DPD PHRI DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono mengungkapkan, kinerja bisnis hotel dan restoran di Jakarta bisa kembali turun menjadi 10-15 persen baik untuk hotel berbintang atau tidak.
“Dampaknya ini menjadi penurunan yang semula sudah mulai naik 20-40 persen, ini jadi turun lagi ke 10-15 persen,” ujar Iwan di Jakarta.
Bagi restoran, usaha layanan pesan antar makanan atau penjualan secara online maupun lewat aplikasi tidak banyak membantu. Ini tidak terlepas dari bermunculannya penjual makanan online yang sedang menjamur di berbagai aplikasi.
“Bagi restoran, penjualan platform online atau layanan pesan antar makanan ini kurang efektif karena semua orang jadi jualan online. Restoran tidak bisa mengandalkan ini,” ujar Iwan.
Kondisi ini pun mengancam para pegawai di sektor-sektor ini. Pengusaha terpaksa kembali merumahkan karyawan karena usahanya terpaksa tutup. Bila ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin pengusaha harus melakukan pemberhentian hubungan kerja (PHK) karyawan.
“Dampaknya memang akan merumahkan karyawan karena pekerjaan berkurang dan juga bisa dengan berakhir dengan PHK, dan ini akan berdampak ke ekonomi secara keseluruhan,” kata dia.
Kondisi Tahun 2021 Jauh Lebih Berat
Dikutip dari merdeka.com, Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, perkembangan industri perhotelan dan restoran di tahun 2021 semakin berat dibanding tahun 2020.
“Bagaimana situasi 2021 apakah lebih baik dari 2020? Justru lebih berat Karena posisinya sudah lebih dari 1,5 tahun. Kita lihat di Kuartal pertama 2021 pun terjadi penurunan cukup drastis karena memang masuk ke low season,” kata Maulana dalam Dialog Produktif Optimisme Pariwisata di Tengah Pandemi.
Dia menjelaskan, Indonesia mempunyai 3 momentum (season) besar dalam kegiatan wisata nusantara, yakni momentum Lebaran, natal dan tahun baru, serta libur sekolah. Namun, adanya pandemi covid-19, ketiga momentum tersebut terganggu.
Misalnya untuk Lebaran saja terjadi pelarangan mudik, sehingga yang tadinya kuartal II-2021 diharapkan sektor perhotelan dan restoran akan bangkit malah turun drastis lagi. Tapi kembali pulih setelah larangan mudik dicabut.
“Cuma 3, tapi momentum terbesar adalah lebaran. Nah 2021 itu yang diharapkan tadi kuartal 2, namun karena ada larangan mudik kuartal 2 nya turun drastis baru meningkat lagi setelah pelarangan mudik ini hilang,” ujarnya.
Dia menambahkan, pada Desember 2020 dunia usaha perhotelan mengalami pertumbuhan sekitar 40-50 persen. Namun pertumbuhan tersebut belum menutup biaya operasional.
“Kita juga perhatikan terakhir di Kuartal 4-2020 khususnya di bulan Desember itu sampai 40 -50 persen. Namun masih diingat juga bahwa kita hotel itu tidak hanya bicara occupansy di sini, cuman itu kan ocupancy bicara 50 persen tapi nilai jual harga permalamnya itu justru drop 40 persen. Jadi 50 persen belum bisa menutup costnya mereka tiap bulan,” ungkapnya.