Kebijakan Dewan Masjid Indonesia (DMI) untuk menerapkan genap ganjil dalam pelaksanaan sholat Jum’at mendapat dukungan dari Muhammadiyah. Namun, MUI justeru menentang usulan tersebut karena dinilai akan sulit untuk diterapkan.
Menurut Muhammadiyah, kebijakan salat Jumat genap ganjil tersebut merupakan salah satu cara mengutamakan kesehatan masyarakat di masa pandemi dengan tetap menjalankan kewajiban sebagai umat muslim.
“Betul (cara efektif untuk mencegah masjid penuh),” ujar Ketua PP Muhammadiyah Dadang Kahmad, Jumat (13/8/2021).
Dia mengatakan, dengan memberlakukan dua gelombang sholat Jum’at berdasarkan sistem genap ganjil nomer akhir handphone bisa mencegah masjid penuh dan sesak.
Dengan memberlakukan genap ganjil pun, tambahnya, membuat sholat Jumat lebih aman karena tetap menerapkan protokol kesehatan dengan menjaga jarak selama beribadah.
“Kalau memang banyak jamaahnya kalau sekaligus akan penuh sesak, sulit prokes, maka sholat Jumat dua shift jalan keluar yang baik,” ungkapnya.
Sebelumnya, Dewan Masjid Indonesia (DMI) menyatakan, bahwa surat edaran tahun lalu tentang pemberlakuan sholat Jumat dengan sistem genap ganjil tetap berlaku. Surat edaran DMI ini tertuang dalam Nomor 105-Khusus /PP-DMI/A/Vl/2020, tertanggal 16 Juni 2020.
Dalam surat edaran tersebut, DMI menganjurkan masjid yang memiliki jamaah banyak agar menggelar shalat Jumat dalam dua gelombang. Gelombang pertama pukul 12.00 WIB dan gelombang kedua pada pukul 13.00 WIB.
Pembagian gelombang sholat Jumat berdasarkan angka terakhir pada nomor ponsel. Jamaah yang memiliki nomor ponsel berakhiran ganjil melaksanakan shalat Jum’at pada gelombang pertama, yaitu sekitar jam 12.00 WIB, begitu pula sebaliknya.