Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan sejak awal tahun 1980-an, ada gerakan sistematis dari komunitas global untuk membuat negara melepaskan diri dari penguasaan atas sumber daya alam.
Adanya gerakan sistematis ini menekankan prinsip kebebasan pasar tanpa kehadiran negara. Dan juga membuat negara berkembang terjebak dalam utang luar negeri, karena investasi sarana pendukung agar mekanisme pasar tersebut berjalan sesuai kemauan global.
“Ini dapat kita baca dari pengakuan Jhon Perkins dalam bukunya Confession of an Economic Hit Man,” kata LaNyalla saat menyampaikan keynote speech secara virtual di Dies Natalis ke-98 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kamis (20/10/2022).
Dalam kegiatan bertema ‘Mengembalikan Kedaulatan Rakyat, Menimbang MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara’, LaNyalla menilai menilai negara seolah dipaksa menyerahkan penguasaan tersebut kepada swasta nasional maupun swasta asing, atau mereka yang menyatu melalui share holder.
“Ini semua dilakukan demi pertumbuhan ekonomi yang ekuivalen dengan Tax Ratio. Padahal seharusnya Negara dengan keunggulan komparatif seperti Indonesia, lebih mengutamakan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP,” tutur LaNyalla.
Namun pada akhirnya, Indonesia sudah terlanjur dilemahkan dalam hal penguasaan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Yang terbaru, negara merancang HGB dan HGU selama 160 tahun untuk siapapun yang berminat memiliki konsesi lahan di Ibu Kota Nusantara Kalimantan Timur.
Senator asal Jawa Timur itu menambahkan, dalam konteks ketatanegaraan, cita-cita luhur para pendiri bangsa sudah ditinggalkan. Oligarki politik dan oligarki ekonomi meminggirkan semua cita-cita para pendiri bangsa. Bahkan, mereka secara ugal-ugalan mengarahkan perjalanan bangsa ini sesuai dengan yang mereka mau, melalui peraturan perundang-undangan yang mereka sepakati bersama.
“Puncaknya terjadi ketika bangsa ini mengubah total Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, sehingga isi dari pasal-pasalnya tidak lagi menjabarkan Pancasila sebagai norma hukum tertinggi. Tetapi justru menjabarkan ideologi lain, yaitu Liberalisme dan Individualisme,” tuturnya.
LaNyalla dengan tegas menyampaikan sistem demokrasi Pancasila sudah diubah total, bahkan ditinggalkan. Naskah Pembukaan Konstitusi pun sudah tidak nyambung lagi dengan isi pasal-pasal yang ada di dalam Batang Tubuh. Perubahan juga menghapus total Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945.
“Untuk itulah maka penting dan mendesak sekali agar nilai-nilai kejuangan bangsa, khususnya yang termaktub dalam UUD 1945 yang asli, diperkenalkan kembali kepada para pemuda Indonesia, khususnya para mahasiswa fakultas hukum,” ulas LaNyalla.
Menurutnya, hanya dengan cara ini generasi penerus dapat memahami pikiran luhur dan melanjutkan perjuangan para pendahulunya untuk mewujudkan cita-cita bangsanya.
Salah satu rancangan para pendiri negara yang sangat mendasar untuk menyelenggarakan Negara Kerakyatan ini adalah suatu sistem pemerintahan negara yang khas dan unik, yang merupakan penyempurnaan dari berbagai sistem pemerintahan negara yang ada di seluruh dunia.
“Itulah mengapa saya menawarkan gagasan untuk kita mengingat dan membaca kembali pikiran para pendiri bangsa. Tentang sistem demokrasi dan sistem ekonomi yang paling sesuai dengan bangsa yang super majemuk ini. Bangsa yang sangat luas dan kaya akan sumber daya alam ini,” ulas LaNyalla.
Tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya ini mengajak kepada segenap anak bangsa untuk menyatukan tekad untuk kembali kepada Pancasila. Kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk kemudian kita sempurnakan dengan cara yang benar. Dengan cara adendum, sehingga tidak menghilangkan Pancasila sebagai staats fundamental norm.