Konsep ekomoni Islam dan konsep ekonomi Pancasila intinya benar-benar sebangun dalam mengelola Sumber Daya Alam (SDA).
Sebagaimana yang disampaikan dan disinggung oleh Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, dihadapan Kader Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
Konsep ekonomi tersebut disampaikannya dalam inspirasi Ramadan 1443 H dengan tema, Sistem Ketatanegaraan Dalam Aspek Sosial, Rabu (13/4/2022).
Dalam konsep ekonomi Islam, urainya, komoditas kepemilikan publik atau public good ini meliputi air, hutan, dan api, yaitu energi, baik mineral, batubara, panas bumi, angin, maupun minyak dan gas harus dikuasai negara untuk sepenuhnya kemakmuran rakyat.
Bahkan dalam hadits Riwayat Ahmad, diharamkan harganya. Artinya, tidak boleh dikomersialkan menjadi commercial good. Seperti tertulis dalam Hadits Riwayat Ahmad, yang artinya; “Umat Islam itu sama-sama membutuhkan untuk berserikat atas tiga hal, yaitu air, ladang (hutan) dan api dan atas ketiganya diharamkan harganya”.
“Jadi, amat jelas bahwa air, hutan, dan api atau energi itu merupakan infrastruktur penyangga kehidupan rakyat, yang tidak boleh dikomersialkan atau dijual ke pribadi-pribadi perorangan yang kemudian dikomersialkan menjadi bisnis pribadi,” katanya.
Contoh konkret dalam perspektif di atas adalah bagaimana Sahabat Usman bin Affan berusaha membeli sumur air milik seorang Yahudi di Madinah saat itu, yang kemudian setelah dibeli, dia gratiskan airnya untuk seluruh penduduk Madinah. Sehingga sampai hari ini sumur itu dikenal dengan nama sumur Usman.
“Karena memang komoditas publik itu harus dikuasai negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana oleh para pendiri bangsa dituangkan dalam Pasal 33 UUD 1945, ayat 1,2,dan 3,” kata LaNyalla.
Ditambahkan LaNyalla, para pendiri bangsa telah menyusun konsep ekonomi ini dalam redaksi pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dengan sangat cermat. Sebab pasal tersebut, dalam naskah asli UUD 1945, ditulis dalam Bab Kesejahteraan Sosial.
“Artinya sangat jelas, bahwa orientasi konsep ekonomi stau perekonomian bangsa ini mutlak dan wajib mensejahterakan rakyat. Apalagi salah satu cita-cita nasional bangsa ini adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata LaNyalla.
Oleh karena itu, LaNyalla melanjutkan, konsep ekonomi itu tertulis dengan sangat jelas pada pasal 33 ayat 1, 2 dan 3, bahwa norma dari penguasaan negara terhadap sumber daya alam didasarkan kepada kedaulatan negara.
Pertanyaannya, bukankah Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam mineral, di mana di dalamnya terdapat emas, perak, timah, tembaga, nikel, bauksit, pasir besi dan lain-lain?
Bukankah Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam batubara? Bukankah belasan juta hektar hutan di Indonesia telah berubah menjadi perkebunan sawit?
“Tapi mengapa Lembaga Internasional OXFAM yang meneliti tentang ketimpangan sosial dan gap kekayaan menyatakan bahwa harta dari empat orang terkaya di Indonesia setara dengan gabungan kekayaan 100 juta orang miskin di Indonesia,” ucap LaNyalla.
Dan, kata dia, OXFAM juga mencatat, sejak amandemen konstitusi tahun
2002 silam, jumlah milyuner di Indonesia telah meningkat 20 kali lipat.
“Tapi kenapa ratusan juta penduduk Indonesia tetap kere dan miskin? Pasti ada yang salah dengan sistem atau metode yang dipilih oleh bangsa ini dalam mengelola kekayaan yang diberikan oleh Allah kepada bangsa ini,” ingat LaNyalla.
Hadir pada kesempatan itu Ketua Umum PB PMII M Abdullah Syukri, Sekretaris Jendral PB PMII Rafsanjani, Bendahara Umum PB PMII Panji Sukma Nugraha dan seluruh pengurus dan kader PMII se-Indonesia.
Pada acara yang diselenggarakan secara virtual itu, LaNyalla membedah tema kegiatan dalam perspektif tujuan lahirnya negara, sebagaimana yang diharapkan oleh para pendiri bangsa, yaitu negara yang mensejahterakan rakyatnya.