Salah satu peserta Undangan Terbuka Wayan Sumahardika (Bali) telah mementaskan pertunjukan tari The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance di Teater Salihara Sabtu (17/06) dan Minggu (18/06) lalu.
Pentas tari ini membawa penonton menikmati tarian Igel Jongkok karya I Ketut Marya. The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance adalah perkembangan lain dari proyek repertoar-arsip Squatting & Dance yang mencoba menyingkap konstruksi estetis dan politis laku jongkok dalam hubungannya dengan lanskap repertoar-arsip pada panggung tari/pertunjukan serta koreografi sehari-hari.
Wayan Sumahardika sebagai sutradara menjadikan Igel Jongkok dari arsip Bali 1928 sebagai sumber inspirasi kekaryaannya dan nyawa utama dari pertunjukan The (Famous) Jung Jung-Te Jung Dance. Arsip tersebut memperlihatkan tarian Igel Jongkok yang dibawakan oleh I Wayan Sampih yang ditampilkan di proyektor.
Penonton disajikan dengan fragmen pembuka, menampilkan seorang penari menirukan gerakan tari yang sama persis ditampilkan melalui proyektor. Dalam video yang disorot proyektor tersebut adalah sosok penari I Wayan Sampih.
Tidak hanya mempelajari tarian dari sisi kesejarahannya, pementasan yang dipandu oleh tiga orang penari; Agus Wiratama, Komang Tri Ray Dewantara, dan Jacko Kaneko mengajak penonton untuk turut mencoba mempelajari dasar dari tarian ini yakni berjongkok.
Pertunjukan yang memanfaatkan partisipasi penonton secara langsung menjadi gimikyang segar. Desy Arsyati; seorang karyawan swasta mengatakan bahwa pertunjukan ini tidak hanya menarik dan menghibur namun juga mengedukasi,
“Kemasan pertunjukan yang berbeda, namun menarik, menghibur, dan juga mengedukasi. Penyampaian sejarah dibawakan dengan alur cerita yang apik dan dibalut dengan guyonan lucu. Ditambah pula dengan memberikan kesempatan audiens untuk ikut mencoba Igel Jongkok, membuat audiens lebih mengerti bahwa tarian ini memiliki teknik yang cukup sulit dan membutuhkan waktu untuk menguasai.”
Wayan Sumahardika juga berharap lewat pertunjukan ini ia dan tim dapat memberikan penonton sebuah ruang yang dapat dijelajahi sembari bermain dan berimajinasi lewat praktik kerja arsip dan seni, “Melalui pertunjukan ini, kami menawarkan penonton ruang jelajah untuk bermain dan berimajinasi di antara praktik kerja arsip dan repertoar seni. Kami ingin mengajak penonton untuk bersama-sama memaknai kembali ekspresi komunal tari dalam tradisi masyarakat serta konteks kesejarahannya yang tak lepas dari tegangan estetis dan politis.”
Selain pertunjukan Wayan Sumahardika, Helatari Salihara masih mengadakan pertunjukan hingga akhir bulan Juni ini yang bisa disaksikan di Teater Salihara. Pertunjukan terakhir dalam rangkaian Helatari yang masih dapat disaksikan adalah Tuti In The City (Yola Yulfianti) yang seluruh informasi mengenai pemesanan tiket dan jadwal pentas bisa dilihat di tiket.salihara.org.