Kriminalisasi terhadap pers kembali terulang, kali ini terjadi di Sumatera Utara terkait pemberitaan yang dimuat oleh media online mudanews.com.
Pemimpin Redaksi mudanews.com Ismail Marzuki dilaporkan ke Polisi oleh pihak yang diduga pemilik bangunan yang berada di kawasan cagar budaya tersebut, dengan tuduhan pidana menyiarkan berita bohong dan melanggar Pasal 27 Undang-Undang ITE.
Sebelumnya, mudanews.com memuat berita mengenai keberadaan sebuah bangunan mewah yang dibangun di areal Situs Cagar Budaya Benteng Putri Hijau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara beberapa waktu lalu.
Pemberitaan ini akhirnya berbuntut panjang, pihak pelapor menyatakan berita tersebut telah melanggar UU ITE. Padahal mudanews.com sebelumnya telah melaporkan sesuai fakta bahwa bangunan mewah tersebut ternyata Ijin Mendirikan Bangunan atau IMB atas nama NL yang diduga merupakan isteri dari orang nomor satu di Provinsi Sumatera Utara.
Data informasi mengenai IMB atas nama NL tersebut, menurut Pimred mudanews.com, Ismael Marzuki, diperoleh berdasarkan keterangan resmi dari petugas Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPPTSP) Kabupaten Deli Serdang, dengan bukti Nomor surat IMB : 503.570648/0444/ DPMPPTSP-DS/X/2018 tanggal 19 Oktober 2018.
Pada lokasi tersebut, media ini menemukan adanya bangunan mewah di areal taman Bunga Cakra yang berada dekat dengan kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Deli di kawasan Jalan Pantai Bunga, Desa Pamah, Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut juga atas nama NL.
Atas temuan tersebut mudanews.com, pada tanggal 11 Oktober 2021, merilis berita dengan judul : “Taman Edukasi Buah Cakra, Diduga Ada Hubungan “Khusus” Ibu Nawal Lubis dengan Heriza Putra Harahap.”
Isi dan judul berita inilah yang dijadikan dasar laporan polisi terhadap Ismail Marzuki dengan tuduhan menyiarkan berita bohong, sehingga dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 UU ITE.
Namun, belakangan Putusan Bupati Deli Serdang menetapkan areal Benteng Putri Hijau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara sebagai Situs Cagar Budaya, digugat oleh Heriza Putra Harahap melalui Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
PUTN pun kemudian membatalkan Putusan Bupati Deli Serdang, tersebut lewat amar putusan bernomor: 9/G/2020/PTUN –Medan tanggal 28 April 2020.
Sebagai organisasi yang konsen terhadap pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Perlindungan Hukum khususnya bagi para insan pers di tanah air, Serikat Pers Republik Indonesia (SPRI) melalui DPD Provinsi Sumatera Utara terkait telah terjadinya kriminalisasi terhadp pers ini memandang penting untuk melakukan advokasi terhadap anggota SPRI Sumut, Ismail Marzuki selaku terlapor dalam kasus ini.
Penegasan itu disampaikan Ketua DPD SPRI Porvinsi Sumatera Utara Devis Abuimau Karmoy, M.I.Kom kepada wartawan melalui siaran pers yang dikirim ke redaksi pada, Senin (07/06/2021).
“Yang sangat kami sesali Kriminalisasi terhadap karya jurnalistik itu dilakukan oleh seorang Istri Gubernur Sumatera Utara berinisial NL melalui oknum advokat berinisial AMR. Seharusnya sebagai isteri pejabat bisa memahami ketentuan Undang-Undang Pers untuk menyelesaikan sengketa pers dengan meminta hak jawab,” kata Devis.
Laporan polisi terhadap pimred media online mudanewss.com itu dengan Nomor: LP/294/III/2021/SUMUT/SPKT-I, tanggal 09 Februari 2021, menuai kecaman dari insan pers karena dianggap dapat mencederai kebebasan pers dan telah terjadi kriminalisasi.
Sayangnya, kriminalisasi terhadap Izamil Marzuki juga berlangsung sebulan sebelumnya dari bukti laporan polisi atas nama Heriza Putra Harahap dengan nomor : LP/62/I/2021/SUMUT/SPKT I, tanggal 12 Januari 2021. Diduga kuat laporan itu dilayangkan oleh orang dekat Gubernur Sumut dengan tuduhan kepada Ismail Marzuki telah melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Anehnya, kedua laporan tersebut sama-sama menuduh Ismail Marzuki memberitakan kabar bohong dengan objek pemberitaan yang sama.
“SPRI menyesalinya (laporan polisi terhadap Ismail), sebab sebagai tokoh sekaligus kepala daerah, seharusnya Pak Edy bisa memberikan pemahaman kepada Ibu NL agar tidak melakukan upaya kriminaisasi terhadap sebuah karya jurnalistik. Sebab seharusnya Pak Edy paham bahwa UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers merupakan undang-undang ‘Lex Specialis’ yang melindungi wartawan dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai sosial kontrol,” imbuh Devis.
Dikatakan Devis, UU Pers dianggap Lex Specialis karena di dalamnya mengatur secara khusus bahwa didalam menjalankan fungsinya wartawan Indonesia mendapatkan perlindungan hukum. Dan di dalam Pasal 6 UU Pers jelas menyebutkan, bahwa Pers Nasional menjalankan peranannya sebagai berikut:
“Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai demokrasi, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, serta melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan yang terakhir memperjuangkan keadilan dan kebenaran”.
Lulusan angkatan pertama Sekolah Jurnalistik Indonesia (SJI) tahun 2011 yang diseenggarakan PWI Sulawesi Selatan ini, mengatakan, pihaknya sangat menyesali sikap diam Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi terkait kriminalisasi terhadap karya jurnalistik ini yang diyakininya mengetahui adanya laporan polisi terhadap wartawan Ismail Marzuki karena pelapornya adalah NL isterinya.
“Seharusnya selaku Gubernur, laporan seperti itu (kriminalisasi pers) bisa dicegah karena beliau memiliki staf yang memahami tentang UU Pers. Sayangnya mekanisme Hak Jawab dan kewajiban Koreksi atas karya jurnalistik tidak dilakukan dalam penyelesaian kasus ini padahal diatur jelas dalam UU Pers,” sesalnya.
Tidak hanya itu, dikatakan Devis, pihaknya menilai bahwa Laporan Polisi terhadap Pimred mudanews.com Ismail Marzuki disamping telah terjadi kriminalisasi juga telah menabrak petunjuk kapolri sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Kapolri Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Kesadaran Budaya Beretika Untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.
Dijelaskan juga, pada poin kelima SE Kapolri No.2 Tahun 2021, bahwa sejak penerimaan laporan, penyidik harus berkomunikasi dengan para pihak, khususnya pihak korban (tidak diwakilkan) dan memfasilitasi dengan memberi ruang seluas-luasnya kepada para pihak yang bersengketa untuk melakukan mediasi.
“Nah laporan polisi yang dilayangkan NL Ini tidak memberikan contoh yang baik kepada publik,” jelas Ketua DPD SPRI Sumut.
Akibat pengangkangan terhadap UU Pers, Devis menegaskan, DPD SPRI Sumut akan mengambil langkah hukum untuk mandampingi korban kriminalisasi pers Ismail Marzuki dan melaporkan balik terhadap para pelapor dengan tuduhan melanggar ketentuan Pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers dengan ancaman pidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.
Source: biskom.web.id