Strategi komunikasi menagih balas jasa atau mengangkat isu utang budi yang dilakukan oleh kubu Prabowo Subianto terhadap Anies Baswedan dinilai sudah tidak tidak relevan lagi dalam relasi dua kandidat di Pilpres 2024.
Isu utang budi yang dimainkan oleh kubu Prabowo Subianto terhadap Anies Baswedan menurut pengamat Kebijakan dan Bisnis Nur Iswan hanya wajib ditunaikan oleh seorang pemimpin justru kepada masyarakat bukan kepada Prabowo selaku pimpinan partai pengusung.
Iswan menyampaikan hal tersebut ketika dimintai pandangan tentang narasi balas jasa politik atau utang budi politik dalam konteks dukungan yang pernah diberikan Prabowo kepada Anies di Pilgub DKI Jakarta.
“Strategi penagihan balas jasa itu tak tepat. Utang jasa sejati pejabat publik adalah kepada masyarakat maupun seluruh stake holder yang dipimpinnya,” ujar Iswan, Sabtu (13/1/2024).
Iswan juga menyebut balas jasa atau balas budi yang wajib dilunasi Anies adalah dengan melayani dan memimpin sungguh-sungguh, sebaik-baiknya dan seadil-adilnya.
“Bukan kepada pribadi-pribadi atau kelompok politik tertentu,” kata Iswan.
Isu balas jasa politik atau utang-budi politik dalam pengamatan Iswan, belakangan muncul dalam konteks kompetisi Pilpres. Strategi komunikasi ini dipakai kubu Paslon 2 (Prabowo-Gibran) untuk menyerang Paslon 01 (Anies-Imin).
“Kira-kira ilustrasinya begini: Prabowo membangun narasi, Anies tidak pantas bicara etika. Karena Anies tidak tahu membalas budi baik ke Prabowo yang mengusungnya di Pilgub DKI 2017. Jika dicermati lebih jernih, maaf ya, narasi ini tidak tepat,” ujarnya.
Alumni Carleton University, Canada itu menjelaskan bahwa Anies bisa maju jadi Cagub DKI Jakarta dan menang, itu bukan karena jasa atau budi baik seorang Prabowo saja. Sebab, banyak pihak yang berperan.
Dia kemudian menyinggung peran Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Menurut Iswan, bisa dibayangkan bagaimana bila parpol yang kini dipimpin Ahmad Syaikhu tidak mendukung Anies di Pilgub DKI.
“Kalau PKS tidak terlibat dan tidak mendukung misalnya, emang Prabowo dan Gerindra bisa? Emang Anies-Sandi bisa menang? Belum tokoh masyarakat yang lain, tokoh betawi, misalnya.,” kata Iswan.
Belum lagi, katanya, kalau rakyat DKI juga tidak mendukung dan memilih Anies-Sandi, apakah mereka bisa menang dan memimpin ibu kota. Oleh karena itu, Iswan menegaskan utang Anies terbesar adalah kepada warga Jakarta.
“Dan utang itu sudah dilunasinya selama 5 tahun. Mayoritas warga DKI puas dan bangga melihat Jakarta hari ini. Jauh lebih bersih, lebih baik, dan lebih tertata,” tutur Iswan.
Kedua, katanya, Partai Gerindra sesungguhnya sudah mendapat balas jasa politik ketika Anies masih memimpin DKI Jakarta, yakni berupa jatah wakil gubernur.
Sebab, kata Iswan, ketika Sandiaga Uno yang masa itu kader Gerindra mundur dari posisi gubernur lantaran tergiur maju jadi Cawapres RI 2019, posisinya masih diisi oleh kader parpol pimpinan Prabowo Subianto.
“Siapa yang menggantikan? Bukankah Ariza Patria, dari Gerindra juga. Mestinya, kan, dari PKS, bukan? Tetapi, Anies dan PKS legowo. Berarti lunas!” ujar Nur Iswan.
Dia menambahkan bahwa masyarakat saat ini sudah cerdas dalam memilih. Strategi menagih utang budi dan atau balas jasa dari paslon 02 terhadap paslon 01, menurutnya harus dikaji ulang oleh Prabowo-Gibran dan timsesnya.
Menurut Iswan, kultur masyarakat di negeri ini kurang suka kalau ada orang yang menggembar-gemborkan jasa baiknya. Apalagi, itu dilakukan pemimpin.
“Terlebih lagi dilakukan sambil mengumpat dan memprovokasi rakyatnya. Kurang elok. Lebih baik, komunikasikan saja hal-hal baik yang sudah, sedang, dan akan dilakukan,” ujar Nur Iswan.